Harga Melonjak, Jahe Dipercaya Kebal Corona

3
Mbak Nur, salah satu pedagang jahe di Pasar Tuban

kabartuban.com – Harga jahe di pasar melonjak seiring kabar penyebaran Covid-19 di Indonesia. Jahe diyakini sebagian masyarakat Indonesia bisa meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga bisa menangkal transmisi virus corona. Di pasar Tuban, jahe sempat mengalami kelangkaan beberapa saat hingga stock kembali normal, harga jahe melonjak dari sebelumnya. Kamis, (19/03/2020).

Berdasarkan pantauan kabartuban.com di Pasar Tuban, harga jahe merah yang sebelumnya 65.000 rupiah menjadi 90 ribu rupiah, dan jahe biasa dari harga 35.000 rupiah menjadi 50 ribu rupiah. Saat ini ketersediaan stock jahe sudah kembali normal, setelah sebelumnya sempat agak berkurang.

Salah satu pedagang jahe di pasar Tuban Mbak Nur (29) mengatakan, melonjaknya harga jahe sudah terjadi sejak beberapa bulan yang lalu. Sebelum Pasar Tuban mengalami tragedi kebakaran, jahe sudah mengalami kelangkaan dan harganya naik.

“Pembeli jahe semakin meningkat. Sejak berita adanya virus corona itu lho, jadi semakin banyak yang beli jahe,” kata Mbak Nur saat ditemui di lapaknya.

Menurutnya, hampir setiap orang yang datang ke lapaknya membeli jahe, disamping membeli belanjaan yang lainnya. Meskipun tidak terjadi aksi borong jahe, setiap hari selalu ada yang beli jahe. Pembeli ada yang belanja jahe ¼ kg, ½ kg, hingga beberapa kg jahe.

Sementara itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merespon antusias masyarakat mengkonsumsi jahe sebagai upaya pencegahan terinfeksi virus corona. LIPI menegaskan belum ada bukti ataupun penelitian terkait hal tersebut.

Namun demikian, seperti dikutip dari sejumlah laman media nasional, LIPI menjelaskan bahwa jahe merah memiliki aktifitas meningkatkan daya tahan tubuh manusia. Efek inilah yang bermanfaat dalam pencegahan dan membantu dalam pemulihan dari virus corona. Selain itu, jahe merah juga memiliki efek antiinflamasi dan antioksidan.

Lebih lanjut diterangkan, jahe merah hanya berfungsi untuk membantu meringankan gejala yang ditimbulkan oleh virus corona, bukan berarti dapat menyembuhkan atau membunuh virus tersebut.

Hal itu sebagaimana ditegaskan Masteria Yunovilsa Putra, Kepala Kelompok Penelitian Center for Drug Discovery and Development pada Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. (dil/im)

/