Mimpi Sunawan Terbentur Kumbung

405

kabartuban.com – Mentari tidak terlalu terik bersinar di Dusun Koro, Desa Pongpongan, Kecamatan Merakurak, Rabo (2/5). Namun udara terasa pengap, terlebih di dalam lobang galian batu kapur, tempat Sunawan (13) bekerja. Bocah usia sekolah itu tentu tidak bercita-cita menjadi pekerja tambang batu kapur. Ia mengaku ingin menjadi tentara. Namun apa boleh buat, nasib berkata lain. Ekonomi Suwadi dan Latiyah, orang tua Sunawan, tidak cukup kuat untuk menopang terwujudnya cita-cita anak lelakinya itu. Suwadi sendiri hanya sebagai tukang gergaji kumbung, batu bata dari bahan batu kapur. ” Sehari kalau untung dapat Rp 10 ribu. kalau nggak untung ya nggak dapat sama sekali,” kata Suwadi.

Dengan pendapatan sebesar itu, tentu sangat jauh dari cukup untuk dapat mewujudkan impian anaknya. Bahkan untuk mengenyangkan perut lima orang yang tinggal di rumahnya saja, kata Suwadi, tidak cukup. Itulah sebabnya Sunawan harus sudah cukup puas hanya mengenyam pendidikan di bangku Sekolah Dasar (SD). ” Maunya ya melanjutkan ke SMP, SMA dan bisa daftar tentara. Tapi Pak-e ndak punya duit,” keluh Sunawan menunduk.

Sunawan pun bahkan harus turun ke lobang galian tambang membantu kerja ayahnya. Memamg hasil kerjanya masih belum bisa sebagus hasil para pekerja dewasa, tetapi setidaknya keterlibatan Sunawan dalam pertambangan kumbung itu sedikit banyak membantu meringankan beban pendapatan orang tuanya. Suwadi sendiri sebenarnya tidak tega melibatkan anaknya dalam kerja penuh resiko itu. Tetapi ia mengaku tidak ada pilihan. ” Dari pada nganggur, wong sekolah ya nggak mampu lanjutkan. e… ya itung-itung belajar cari duit lah. Mau mengharap apa lagi wong yang sekolah tinggi aja ya banyak yang ndak kerja,” kata Suwadi.

Suwadi  tentu sangat berharap ada pihak yang sudi membantu pendidikan anaknya. Sunawan pun mengaku masih ingin sekolah kalau memang ada biaya. Tetapi buru-buru anak itu menepis harapannya dan bilang bahwa dia sudah nggak ingin sekolah. Dalihnya, takut bapaknya tidak ada yang membantu bekerja. Sebab selain menggali dan membuat kumbung, Suwadi juga harus menggarap huma dan merawat tiga ekor kambingnya.

Bukan hanya Sunawan ternyata yang harus memupus cita-citanya. Banyak anak-anak sebayanya yang juga terpaksa ikut turun ke lobang galian kumbung untuk membatu orang tuanya. Sebagian mereka masih tercatat sebagai murid SD setempat. Tetapi sebagian besar lainnya sudah drop out alias tidak sekolah lagi. Zaenul,  Mi’an, dan Slamet adalah anak-anak lain di tempat itu yang bernasib tidak jauh beda dengan Sunawan. Tidak hanya yang laki-laki bahkan. Wiwik dan Rini yang berkelamin perempuan pun juga tidak enggan terjun menjadi penambang batu kapur. ” Mbantu orang tua. Biar dapat bayar sekolah,” kata Rini malu-malu. Ia mengaku masih duduk di bangku kelas 5 SD setempat.

Rustamuri, salah seorang perangkat desa setempat, mengatakan, jumlah anak yang ikut membantu orang tuanya menambang kumbung memang banyak. Hampir setiap anak mengerjakan pekerjaan yang seharusnya tidak mereka kerjakan itu. Angka putus sekolah juga diakuinya lumayan besar. Dari 77 anak yang sekolah di SD, 11 diantaranya drop out dengan alasan ekonomi.

Kenyataan itu tentu sangat disayangkan terjadi, kata Edy Thoyibi, Direktur LKPSDA CAGAR. Menurutnya, sangat tidak pantas anak-anak yang berada di wilayah Ring I industri seperti Desa Pongpongan tersebut, bernasib malang. Seharusnya, kata Edy Thoyibi, mereka justru lebih baik kesejahteraannya dibanding anak-anak lain di luar kawasan Ring I industri. ” Ini bukti sangat nyata bahwa industri yang hadir di sini justru memiskinkan warga sekitar. Harusnya kita malu ada pabrik sebesar itu tetapi di sekitarnya anak-anak terpaksa drop out dan kerja berbahaya begitu. Bagaimana tidak miskin, lahan mereka diambil, tetapi tidak ada imbal balik yang pantas,” tandas Edy Thoyibi. (sudra bektinegara)

 

/