Pedagang Bengkuang Warnai Jalan Tuban – Bojonegoro

671
Adni, warga Jepar, Jawa Tengah saat membeli bengkuang yang berada di jalan Singahan-Bojonegoro.

kabartuban.com- Ratusan pedagang Bengkuang atau dalam bahasa latin-nya Pachyrhizus erosus berjajar dipinggir jalan raya Kecamatan Singgahan menuju Kabupaten Bojonegoro. Muncul pedagang ini mejadi pemandangan cukup menarik karena tidak ada setiap saat.

Tumpukan umbi berwarna putih bertumpuk di lapak-lapak pedagang yang berada pada gubuk-gubuk kecil berderet di sepanjang jalan kurang lebih dua kilometer, atau tepatnya di Desa Selogabus, Kecamatan Parengan Tuban.

Salah satu pedagang, Hartini warga Selogabus megatakan, musim akhir penghujan seperti ini selalu dimanfaatkan untuk menjual bengkoang. Buah yang hanya panen pada musim penghujan ini memang banyak ditanam dipersawahan warga Selogabus, selain tanaman padi sebagai hasil pertanian utama di desa itu.

“Memang lagi musim, makanya banyak yang jualan sepanjang jalan Parengan sampai Bojonegoro,”  kata Hartini (6/3/2017).

Tumbuhan yang masuk dalam jenis umbi-umbian ini memiliki banyak kandungan air, rasanya yang masis membuat umbinya yang berwarna putih sering dijadikan rujak atau asinan, selain sebagai bedak, masker untuk pemutih wajah.

“Kalau disini yang beli bisanya untuk dimakan langsung, ada juga yang dijual kembali, seperti dipasar Bojonegoro, Jatirogo atau pasar Singgahan,” kata Hartini.

Untuk harga, satu ikat bengkuang yang beratnya sekitar  empat kilogram dihargai Rp10.000 untuk ukuran kecil, Rp15.000 hingga Rp20.000 untuk ukuran sedang, dan Rp30.000 hingga Rp35.000 untuk ukuran yang lebih besar.

Sementara itu, Manan (60) petani Bengkuang warga Selogabus, membenarkan jika saat ini merupakan musim panen bengkuang. Pada bulan seperti ini, bengkuang menjadi komuditas paling mudah didapar di lahan pertanian di Desa Selogabus, kerena kebanyakan warga menanam bengkuang setelah menanam padi pada awal musim penghujan.

“Lahan persawahan disini banyak yang di tanami Bengkuang, sebagian juga ditanami padi, kalau lahan bengkuang ada puluhan hektar milik warga desa,” terang Manan.

Manan sendiri memiliki sekitar seperempat hektar lahan bengkuang, jika bagus lahan seluas itu mampu menghasilkan kurang lebih tiga ton bengkuang, dengan nilai julan sekitar Rp10 jutaan. “Biasanya diambil tengkulak, ada juga tengkulak besar, katanya untuk kosmetik,”sambung Manan.

Dijelaskan, bertani bengkuang cukup menguntungkan, pasalnya biaya produksinya tidak semahal bertani padi atau jagung yang bergantung pada pupuk. Meski ada obat obatan untuk bengkuang sebagai anti hama biayayanya tidak sebanyak bertani padi.

“Hasilnya lumayan dibanding padi, selain biayanya tidak terlalu mahal, yang rumit di perawatanya karena dia tidak tahan sama rumput liar, kalau banyak rumputnya buahnya kecil,” kata Petani ini saat ditemui kabartuban.com

Ditempat lain, Adni, warga Jepar,  Jawa Tengah, seorang pembeli mengaku sudah beberapa kali beli bengkuang dikawasan Desa Selogabus ini. Menurutnya, bengkuang langsung dari petaninya cukup segar dimakan dalam perjalanan.

“Saya pedagang mas, biasa lewat sini, hampir pasti satu bulan sekali ke Bojonegoro. Enak mas seger, tapi akan lebih manis kalau dimakan besoknya,” kata Andi yang berhenti bersama rombongannya. (Luk)

/