WPFD, Jurnalis Garda Terdepan Situasi Corona Selain Tenaga Medis

4

kabartuban.com – World Press Freedom Day (WPFD) atau Hari Kebebasan Pers Sedunia tahun ini diperingati di tengah pandemi Covid – 19 yang masih belum dapat dipastikan kapan berakhir. Aliansi Jurnalis Independet (AJI) memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia dengan mengelar diskusi secara daring dengan tema “Korona dan Ancaman Kekerasan Terhadap Jurnalis” yang berlangsung pada pukul 13.00 WIB sampai dengan 15.00 WIB, Minggu (03/05/2020).

Berdasarkan data AJI, terhitung ada 774 kasus kekerasan terhadap Jurnalis selama 2006-2020. Kekerasan secara fisik 238 kasus, 91 kasus pelarangan liputan/pengusiran, 77 kasus ancaman teror, 39 kasus serangan, dan 37 kasus pengerusakan alat/data hasil liputan.

Hal tersebut menjadi sebuah polemik di Indonesia karena kurangnya perlindungan terhadap Jurnalis saat melakukan aktivitas peliputan. Padahal sudah diatur dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum AJI Abdul Manan dalam diskusi mengatakan bahwa kebebasan Pers di masa Corona menjadi tantangan tersendiri. Karena Jurnalis menjadi garda terdepan, selain tim medis. Untuk menyampaikan perkembangan Covid-19 kepada masyarakat luas.

“Merefleksikan kembali hari kebebasan pers sedunia tahun ini yang juga berada di tengah-tengah pandemi Covid – 19. Acaman Jurnalis untuk kondisi saat ini yaitu acaman Pemutusan Hak Kerja dan juga acaman kesehatan/keselamatan pada saat peliputan,” terang Manan.

Manan menambahkan, meskipun data menunjukan tahun sebelumnya lebih tinggi dari tahun ini, namun masih ditemukan kekerasan terhadap Jurnalis dimana pelakunya tidak diproses seacara hukum.

Idatus Sholihah, Masyarakat Desa Tambakboyo menggungkapkan, Hari Kebebasan Pers hingga saat ini masih menjadi sebatas perayaan. Situasi pandemi atau tidak, Jurnalis tetap saja mendapat ancaman, baik itu dari skala ringan berupa teror, chat atau langsung dan skala berat mendapat tindakan kekerasan secara fisik.

“Kebebasan pers seharusnya menjadi wadah bagi Jurnalis untuk lebih mengungkapkan informasi yang baik dan benar meskipun itu buruk,” ungkapnya.

Idatus yang juga aktif di organisasi pers mahasiswa di UTM Madura menambahkan, meski di tengah pandemi, Jurnalis tidak bisa sepenuhnya di rumah saja. Karena ia juga harus melihat secara langsung bagaimana kondisi lapangan, menyampaikan fakta-fakta yang ada bagi masyarakat agar tidak diliputi ketakutan dan kecemasan yang tidak wajar akibat maraknya informasi hoaks. Dalam menjalankan aktifitas kerjanya, Jurnalis hearus tetap mematuhi protokoler kesehatan yang ada. (wid/dil)

/