KPR Berikan Penyuluhan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat MiskinTerutama Perempuan Anak Korban Kekerasan

19
foto: Sosialisasi oleh KPR di Balai desa Remen

Kabartuban.com- Koalisi Perempuan Ronggolawe bekerja sama dengan kemenkumham RI dalam rangka penyuluhan hokum didukung oleh pemerintah desa Remen, kecamatan Jenu yang bertempat di balai desa setempat, Rabu(13/10).

Dalam kegiatan tersebut, penyelenggara mengundang unsure RT,RW, Muslimat, Pembantu Pegawai Pencatatan Nikah (P3N), Fatayat, Ansor, Kopwan, Karang taruna, BPD,PKH dan masyarakat setempat yang berjumlah 30 orang.

Acara tersebut di hadiri 2 orang narasumber , yaitu Ulfa Imroatul Azizah,SH, Kasubag Dokumentasi dan informasi Hukum Bagian Hukum Setda Kabupaten Tuban dan Nunuk Fauziyah,MM selaku Direktur OBH KPR Tuban.

Ketua KPR Tuban,Suwarti,S.Pd. Menyampaikan penyuluhan hukum ini merupakan kegiatan KPR yang telah dipercaya oleh Kemenkuham RI sejak 2015 sampai sekaraang sebagai pemberi bantuan hokum serta implementasi daru undang-undang nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hokum sebagai wujud dalam memberikan kepastian hokum bagi masyarakat yang kurang mampu, terutama perempuan dan anak korban kekerasan.

Menurut Suwarti di Kabupaten Tuban juga sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) nomor 22 tahun 2018 tentang bantuan hokum gratis bagi masyarakat kurang mampu. Dengan adanya perda tersebut pemerintahan daerah diharapkan dapat memberikan akses keadilan, mewujudkan hak konstitusional segala warga Negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hokum, untuk menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hokum di wilayah Tuban.

“KPR Tuban telah terakreditasi Kemenkuham RI nomor M.HH.07.02 Tahun 2018 degan akreditasi C Pada periode 2019-2021 yang mempunyai 4 Advokat dan 40 paralegal yang sudah lolos mengikuti pendidikan yang tersebar di 20 Kecamatan,” Jelas Suwarti.

Sementara itu, kepala desa Remen, Rusdiyono memberikan apresiasi dan berterimakasih kepada KRP karena baru pertama kali diadakan penyuluhan hokum.

“Kami berharap kegiatan ini dapat berkelanjutan dan memberikan perlindugan bagi perempuan dan anak yang mengalami permasalahan dengan hokum,” Ujar Kades Remen.

Pada sesi penyampaian materi, Ulfa Imroatul Azizah, SH Kasubag Dokumentasi dan Informasi Hukum bagian hukum setda Kabupaten Tuban memaparkan, pada tahun 2018 Pemerintah Daerah dan DPRD Tuban telah menyusun peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2018 tentang Bantuan Hukum bagi Masyarakat yang kurang mampu. Perda ini mengatur tiga pihak yang diatur, yakni penerima bantuan hukum (orang miskin), pemberi bantuan hukum (organisasi bantuan hukum) serta penyelenggara bantuan hukum.

“Koalisi Perempuan Ronggolawe merupakan salah satu lembaga pemberi bantuan hukum di Kabupaten Tuban yang bergerak pada isu perempuan dan anak. Sejak diundangkan pada 2018, Bagian Hukum Pemerintah Tuban belum bisa mengimplementasikan Perda dikarenakan Peraturan Bupati (Perbup) masih ditahap drafting,” terangnya

Ia berharap, tahun ini terselesaikan sehingga Perda dapat dilaksanakan dan dapat diakses oleh masyarakat Tuban. Bantuan hukum hanya dapat diakses oleh warga yang mempunyai domisili di Kabupaten Tuban.

Pada sesi kedua, materi oleh Nunuk Faizuyah, MM selaku Direktur OBH KPR Tuban bicara tentang alur penanganan dan pelaporan korban kekerasan perempuan dan anak. “Jenis kekerasan yang sering dilaporkan kepada KPR yaitu berupa kekerasan fisik, psikis, seksual (pemerkosaan, pencabulan, persetubuhan dan pelecehan seksual), penelantaran dan Kekerasan berbasis gender online (KBGO),” Ungkap Nunuk.

Dari data pihaknya, temuan di lapangan ketika terjadi suatu perkara atau masalah masyarakat selama ini melaporkan kepada tokoh desa, seperti Ketua RT, RW, tokoh agama menjadi simpul dan tempat masyarakat mengadukan permasalahannya. “Alur bantuan hukum perempuan dan anak korban kekerasan yang dilaporkan melalui telepon, datang sendiri atau penjemputan oleh paralegal kemudian datang ke kantor KPR Tuban untuk mengisi form pengaduan sebagai identitas dasar melakukan pendampingan,” ia menceritakan.

Kemudian Nunuk mengatakan, korban akan diberikan layanan konseling guna mengetahui kondisi klien setelah mengalami kekerasan. Hasil konseling akan dilaporkan kepada tim advokasi yang akan mendapat dua rekomendasi penyelesaian.

“Pertama penyelesaian secara litigasi (penyelasaian perkara di dalam peradilan), baik pidana maupun perdata. Yang kedua secara non litigasi (penyelesaian dii luar pengadilan) berupa konsultasi hukum, mediasi, investigasi, dan negosisasi. Dalam pengajuan bantuan hukum klien mengajukan permohonan tertulis atau lisan, melampirkan berkas perkara, kemudian melengkapi administrasi,” terangnya. (nat/dil)

/