Nasib Nikah Beda Agama Diputus MK Lusa, Akankah Dikabulkan?

44
ilustrasi pernikahan beda agama/sumber: internet

kabartuban.com – Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan nikah beda agama diakomodasi negara atau tidak yang dimana keputusan ini akan ditetapkan pada awal pekan ini.

“Pengucapan putusan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,” demikian bunyi jadwal sidang MK, dilansir dari detik.com, Minggu (29/1/2023).

Putusan uji materiil undang-undang pernikahan tersebut rencananya akan dibacakan pada Selasa (31/1). Sidang itu atas permohonan Ramos Petege, pemeluk agama Katolik yang gagal menikahi perempuan beragama Islam.

Ramos Petege lalu menggugat UU Pernikahan ke MK dan berharap pernikahan beda agama diakomodasi UU Perkawinan. Untuk mengurai permasalahan konstitusionalitas pernikahan beda agama, MK menggelar 12 kali sidang.

Gugatan Ramos Petege sendiri bukanlah hal yang baru. Pada tahun 2014 isu serupa juga pernah diadili oelh MK dengan pemohon sejumlah mahasiswa dan dengan hasilnya MK menolak permohonan tersebut.

“Perkawinan tidak boleh hanya dilihat dari aspek formal semata, tetapi juga harus dilihat dari aspek spiritual dan sosial. Agama menetapkan tentang keabsahan perkawinan, sedangkan undang-undang menetapkan keabsahan administratif yang dilakukan oleh negara,” demikian bunyi pertimbangan MK.

Baca juga : Samsat Tuban Nilai Masyarakat Kurang Manfaatkan Bayar Pajak Online

Baca juga : PMK Merebak di Tuban, Capaian Vaksinasi Hewan Ternak 116,57%

MK menegaskan bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, agama menjadi landasan dan negara mempunyai kepentingan dalam hal perkawinan. Agama menjadi landasan bagi komunitas individu yang menjadi wadah kebersamaan pribadi-pribadi dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa serta turut bertanggung jawab terwujudnya kehendak Tuhan Yang Maha Esa untuk meneruskan dan menjamin keberlangsungan hidup manusia.

Adapun menurut pemerintah hukum perkawinan masing‐masing agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia berbeda‐beda, sehingga tidak mungkin untuk disamakan. Suatu hukum perkawinan menurut satu hukum agama dan kepercayaan untuk menentukan sahnya perkawinan adalah syarat‐syarat yang ditentukan oleh agama dari masing‐masing pasangan calon mempelai.

“Dan terhadap perkawinan tersebut dilakukan pencatatan sebagai tindakan yang bersifat administratif yang dilaksanakan oleh negara guna memberikan jaminan perlindungan, kemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia yang bersangkutan yang merupakan tanggung jawab negara, serta sebagai bukti autentik perkawinan,” urai pemerintah. (mel/hin)