Parenting Education Wali dan Santri Baru di Pesantren

1150
H.M.Wafiyul Ahdi (Ketua Yayasan Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Jawa Timur)

Hari-hari ini para santri baru mulai masuk gerbang pondok pesantren dan mengawali proses menjadi santri. Yang perlu difahami Oleh walisantri bahwa, proses beradaptasi santri baru di pesantren itu variatif bentuknya.

Tidak sedikit mengalami culture shock yang menyebabkan mereka “rewel” tingkat ringan sampai yang berat. Ada beberapa tahapan yang akan mereka lewati untuk menuju benar-benar krasan/nyaman di lingkungan barunya.

“Wali santri Harus ikut membantu proses tersebut, dengan bersikap tenang dan mendengarkan keluhan-keluhan si anak sebagai efek dari proses adaptasi itu sendiri. Beri dia (anak) sugesti dan keyakinan yang positive, jangan ikut-ikutan panik,” kata Ketua Yayasan Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, KH M Wafiyul Ahdi dalam catatan di jajaring sosil miliknya https://www.facebook.com/wafiyul.ahdi?fref=ufi

Gus Wafi -sapaan akrab- juga berpesan agar wali santri berkomunikasi yang baik dengan pengurus dan/atau pengasuh apabila anak mengalami masalah adaptasi. Memasukkan anak ke pesantren bukan berarti perhatian orang tua selesai atau hanya sebatas perhatian finansial saja.

Meski santri mendapatkan perhatian yang cukup dari pengasuh/pengurus pesantren, tetapi ada indikasi santri yang mendapatkan perhatian cukup dari orangtuanya, akan  memiliki sikap yang lebih baik dibanding santri yang kurang diperhatikan orangtuanya.

“Tugas untuk mendoakan kesuksesan anak, tidak serta merta menjadi tugas guru/pengasuhnya. Doronglah anak untuk mematuhi segala aturan pesantren, karena itu adalah bagian dari proses character building di pesantren,” tambah Gus Wafi yang juga pernah Nyantri di Ponpes Langitan Widang Tuban ini.

Salah satu putra dari Almarhum KH Amanullah Abd. Rochim juga memberikan pemahaman tahapan yang harus dimengeti dan difahami oleh wali santri agar santri baru tidak mengalami culture shock yang menyebabkan mereka “rewel” tingkat ringan sampai yang berat.

Empat tahapan yang akan mereka (santri baru) lewati untuk menuju benar-benar krasan/nyaman di lingkungan baru diantaranya :

  1. Tahap Inkubasi ; Tahapan dimana para santri baru merasa senang merasakan hal-hal baru yg belum pernah dialaminya. Meski kesenangan ini bersifat semu, karena bisa jadi dia masih menangis ketika kangen suasana di rumah.
  2. Tahap Krisis; Tahapan ini yang menarik dikaji, karena ketika mengalami tahap ini ekspresi dan respon mereka beragam dan cenderung membuat wali santri ikut merasakan repot. Santri baru benar-benar merasakan culture shock dan akan sering menangis, telpon/SMS dengan jurus manja yang bikin ortu-nya kasihan/gak tega dan minta sering dijenguk/disambang. Bahkan tidak sedikit yang mengancam pengurus pondok/orang tuanya kalo keinginannya tidak terpenuhi. Apabila proses ini tidak bisa dilewati dengan baik, maka biasanya mereka memutuskan gak krasan yang dilanjutkan dengan boyong/pindah.
  3. Tahap Penyembuhan; Tahap ini bisa dialami bagi mereka yang bisa melewati culture shock dengan baik. pada tahap ini para santri baru akan menerima keadaan di lingkungan barunya dan membangun komitmen untuk tinggal di pesantren.
  4. Tahap Penyesuaian Diri ; Pada tahap ini santri baru sudah benar-benar nyaman dan merasa pesantren adalah rumah kedua mereka.

Dalam catatan Gus Wafi dijering sosial-nya bagian ke-3 yang berjudul Parenting Education Untuk Gerakan Ayo Mondok, juga memberikan tips dan kesiapan anak menghadapi kondisi sakit serta mengontrol keuangan santri baru di pesantren ;

Apabila anak memiliki riwayat penyakit yang bisa kambuh, seperti ashma, alergi, dll, maka orang tua perlu membekali anak dengan obat-obatan yang biasa dikonsumsi untuk penyakitnya.

  • Si anak juga perlu diberi pemahaman akan makanan-makanan yang harus dihindari agar tidak memicu penyakitnya timbul kembali.
  • Orang tua juga perlu mengenalkan dan/atau membekali anak dengan obat-obat bebas yang mungkin diperlukan sebagai obat pertolongan pertama ketika sakit ringan, seperti obat diare, vitamin, obat penurun panas, dll.
  • Ada kalanya sakitnya anak santri itu karena minta/butuh perhatian dari orang tuanya. Sakit yang disebabkan kangen seperti ini biasanya berupa demam, selera makan yang rendah, capek/motivasi rendah. Dan ini bisa diminimalkan dengan adanya perhatian dari orang tua, misal ditelpon untuk sekedar tanya aktifitas hariannya atau dijenguk dan diajak makan bersama.
  • Orang tua juga perlu membekali pengertian kepada si anak tentang managemen keuangannya Selama tinggal di pesantren.
  • Orang tua perlu mengontrol kebutuhan uang jajan si anak yg habis selama satu bulan (meski uangnya Ada di ATM), apakah masih wajar atau sudah melampaui kewajaran/boros. Karena ini sangat berkaitan dengan kelancaran dalam beraktifitas di pesantren.
  • Kalau keuangan si anak tergolong boros, maka harus ada pengawasan dari pengurus atau pengasuh, maka dikhawatirkan penyalah gunaan uang sakunya untuk hal-hal yang kurang mensupport aktifitas di pesantren.
  • Untuk mengontrol si anak, perlu menjalin komunikasi yang baik dengan pengurus/guru/pengasuh pesantren, agar orang tua merasa nyaman dan si anak juga bisa terpantau baik baik.

Dalam catatan Ketua Yayasan Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang yang dikitip dan tulis ulang oleh https://www.facebook.com/huda.bhirawa juga mendokaan para santri, bisa berhasil menjalani semua proses pembelajaran di pesantren, serta menjadi anak sholih-sholihah kebanggaan orang tua yang bermanfaat ilmunya dan berkah hidupnya serta siap menjadi santri yang cinta NKRI. Amiin..

/