kabartuban.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membawa kabar kurang mengenakan dari global. Kondisi manufaktur global umumnya masih berada di posisi kontraksi.
Sri Mulyani bahkan mengungkapkan bahwa posisi PMI Manufaktur sepanjang 2022 merupakan yang terendah dalam 2,5 tahun. Pemulihan belum sepenuhnya terjadi, terutama bagi negara-negara di maju, seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, China, dan Eropa.
“Ini yang menggambarkan suasana dunia yang masih tertekan ekonominya, terutama dimotori oleh negara-negara Eropa yang terkena imbas langsung dari perang Ukraina,” ujarnya, dalam konferensi pers APBN KITA Februari 2023.
“AS juga yang dalam hal ini terlibat perang di Ukraina semantara inflasi di dalam negerinya tinggi, sementara di Tiongkok sebagai negara dengan perekonomian terbesar mengalami pemulihan dari kebijakan lockdown-nya,” tambah Sri Mulyani.
Dikutip dari cnbcindonesia.com data yang dikumpulkan Kementerian Keuangan, Sri Mulyani mengungkapkan survei terbaru menunjukkan 52,2% negara di dunia mengalami kontraksi di purchasing manager index (PMI) manufaktur per Januari 2023.
Masuk ke dalam persentase tersebut, ada AS, China, Jepang, Korea Selatan, Jerman, Eropa, Malaysia, Vietnam Brazil dan Inggris.
Namun, Sri Mulyani melihat negara-negara Asean dan Asia umumnya masih bertahan dengan PMI Manufaktur yang ekspansif, a.l. Indonesia, India, Thailand dan Filipina.
“Kalau kita lihat distribusi negara-negara di mana kegiatan manufakturnya ekspansif dan akseleratif itu adalah Indonesia dan Filipina,” ungkapnya.
“Yang ekspansif namun melambat, yaitu di atas 50 tetapi melambat, Australia, Rusia, India dan Afrika Selatan, itu 17,4% dari negara-negara yang disurvei,” katanya.
Sementara itu, negara-negara yang pulih a.l. Italia, Perancis, Turki, Kanada tercatat mulai mengalami pemulihan dengan levell PMI yang mulai ekspansif di awal tahun.
“Jadi kalau Indonesia PMI-nya positif di atas 50, dan ekspansif atau akseleratif, itu ada kita sekelompok kecil negara-negara saja,” katanya.
Sri Mulyani menegaskan bahwa ini adalah bukti resiliensi dan pemulihan ekonomi Indonesia yang cukup baik sampai akhir 2022 dan berlanjut di awal 2023. (nat/hin)