kabartuban.com – Di tengah gempuran era digital, Museum Kambang Putih Tuban justru menunjukkan napas yang semakin kuat. Ruang pamer benda-benda bersejarah itu tetap menjadi magnet edukasi bagi ribuan pelajar, bahkan mulai mendapat perhatian wisatawan dari berbagai negara.
Setiap pekan, musium yang terletak di jalan Jl. RA. Kartini No.03, Kutorejo, Kec. Tuban, Kabupaten Tuban, di banjiri Anak-anak TK, siswa SD, hingga pelajar SMP dan SMA yang datang silih berganti. Kunjungan ini bukan sekadar agenda rekreasi, namun juga telah menjadi program wajib dari Dinas Pendidikan.
“Masih ramai. Dari TK sampai SMA sering datang ke sini. Memang diwajibkan berkunjung ke museum oleh dinas pendidikan,” ujar Gilang Winarno, salah satu pengelola museum,
Gilang menyebutkan, kerja sama antara museum dan pemerintah daerah telah berjalan sejak tahun 2019. Kolaborasi itu menjadi fondasi berbagai kegiatan edukatif yang digelar setiap tahun.
“Ada agenda seperti Belajar Bersama Museum, Kajian Koleksi untuk tingkat universitas, sampai pameran dan lomba. Itu semua untuk menjaga museum tetap hidup dan dekat dengan masyarakat,” ujarnya.
Meski demikian, Gilang tak menutup mata bahwa dukungan pemerintah masih belum maksimal. SDM pengelola terbatas, dan ketika ada pameran, sering kali tidak ada support memadai
“SDM kami masih kurang,” keluhnya.
Museum Tuban menyimpan 5.774 koleksi yang dikumpulkan sejak 1984 saat museum masih berada di pendopo kabupaten. Pada 1996, museum dipindah ke lokasi saat ini agar lebih mudah diakses warga maupun para peziarah yang datang ke Tuban.
Uniknya, sejumlah koleksi museum ternyata juga menjadi perhatian kurator luar negeri.
“Bahkan ada koleksi yang datangnya dari kurator Australia,” ungkap Gilang.
Beberapa peneliti dari Prancis, hingga Inggris juga sempat datang melakukan riset, termasuk penelitian terkait situs Watu Tiban dan Kalpataru. Jumlah pengunjung museum terbilang fluktuatif. Dalam satu hari, kadang ada hingga empat rombongan sekolah, namun rata-ratanya hanya puluhan orang.
“Tidak menentu. Kadang sehari tiga sekolah, kadang satu,” kata Gilang.
Untuk menjaga eksistensi museum, pengelola rutin menggelar program kreatif.
“Kami adakan Belajar Bersama Museum, karena anak kecil daya ingatnya cepat. Ada juga lomba koleksi bersama komunitas seperti Tuban Bercerita,” terangnya.
Program-program tersebut menjadi cara museum agar tidak sekadar menjadi ruang penyimpanan benda tua, melainkan ruang belajar yang dinamis, hidup, serta terasa dekat dengan generasi muda.
Gilang berharap keberadaan Museum Tuban tidak dipandang sebelah mata. Dengan ribuan koleksi dan jejak sejarah yang kaya, museum seyogianya menjadi pusat edukasi yang lebih diperhatikan.
“Museum ini rumahnya sejarah Tuban. Kami berharap bisa terus berkembang dan memberi manfaat bagi masyarakat,” pungkasnya. (fah)



