Pernyataan Sikap AJI Indonesia
Dalam waktu nyaris bersamaan, Rabu malam, 2 Juli 2014, kantor tvOne di kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur dan kantor biro tvOne di Yogyakarta didatangi massa PDIP. Di Yogyakarta, kantor tvOne “disegel” dan dinding dicoret-coret. Sedangkan di kantor pusat di Jakarta tak kalah tegang, pukul 24.30 WIB digeruduk massa.
Aksi protes terhadap stasiun televisi milik Aburizal Bakrie ini diduga buntut dari seruan Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo yang menyerukan kepada kader PDIP untuk mengepung studio tvOne, karena pemberitaan tersebut memojokkan capres yang diusung PDIP. Pemberitaan tersebut dinilai fitnah, tidak berdasarkan dan cenderung kampanye hitam. Media dinilai Tjahjo dan pendemo telah menjadi alat kepentingan capres tertentu.
Atas aksi vandalisme yang cenderung kekerasan ini, AJI Indonesia mengecam keras penyelesaian seluruh bentuk ketidakpuasan terhadap pemberitaan dengan cara-cara kekerasan. AJI menyerukan kepada pihak yang dirugikan oleh pemberitaan, mengambil langkah yang tepat dengan mengadukan pemberitaan yang dinilai berisi fitnah ini ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers
Aksi demo ini seakan membenarkan kekhawatiran munculnya imbas pemberitaan yang cenderung partisan, tidak fair, dan tidak sesuai kode etik akan mendapat protes masyarakat. Praktik jurnalisme partisan ini terang-terangan telah merugikan hak publik atas informasi yang obyektif. Dalam bentuk yang lain, praktik jurnalisme partisan telah memutar mundur jarum jam sejarah ke masa Orde Baru, di mana pers gagal menjalankan fungsinya sebagai elemen kontrol sosial.
Sebaliknya, media —terutama televisi— yang partisan dan para jurnalis yang membela kepentingan pemilik atau pilihan politiknya, semakin dianggap wajar sebagai praktik bermedia.
Atas perkembangan aksi demo dan sikap media yang partisan saat pemilihan presiden ini, AJI Indonesia menyatakan:
1. Mengutuk aksi massa PDIP Yogyakarta yang mencoret-coret kantor dengan kata tidak pantas dan aksi demo di kantor tvOne Pulogadung.
2. Bagi masyarakat yang merasa dirugikan dengan pemberitaan media massa televisi dapat mengadukan ke Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus pro aktif mengawasi dan menindak media yang tidak independen. Pelaku media partisan yang berkedok menggunakan standar jurnalistik untuk mengelabui masyarakat, agar Dewan pers dan KPI memberikan sanksi tegas.
3. Mendesak kepada media untuk menjaga integritas dan bersikap independen dalam melakukan peliputan pemilu, serta mematuhi prinsip-prinsip jurnalistik yang demokratis dan menjaga harmoni dalam perikehidupan publik. Menggunakan pemberitaan untuk kepentingan pihak tertentu, melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI 2012, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 32/2002 tentang Penyiaran.
4. Mengecam penyalahgunaan frekuensi publik oleh pemilik media untuk kepentingan politik yang masih berlangsung dalam pemilihan presiden (Pilpres), dan mengimbau pemilik dan pimpinan media untuk mematuhi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (SP3 dan SPS) KPI 2012, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor.32/2002 tenatng Penyiaran, serta Undang-Undang Nomor 40/1999 tentang Pers.
5. Mendesak KPI untuk merekomendasikan pencabutan izin frekuensi siaran bagi stasiun TV yang jelas-jelas dengan sengaja dan berkali-kali melanggar ketentuan, sebagaimana dimungkinkan dalam UU 32/2002 tentang Penyiaran.
6. Mengajak para jurnalis di media televisi, cetak, online, dan radio untuk melawan intervensi para pemilik media yang memiliki afiliasi politik kepada salah satu calon presiden. Menolak intervensi pemilik media demi menjaga independensi ruang redaksi adalah perbuatan yang dilindungi oleh Undang-Undang Pers maupun Undang-Undang Penyiaran.
Sekretaris Jenderal Ketua Divisi Advokasi
Suwarjono Iman D Nugroho