Alih Fungsi Hutan Kota Margomulyo, dari Paru-Paru Hijau Jadi TPS Dadakan

kabartuban.com – Di bawah rimbun pepohonan trembesi, yang ditanam nyaris satu dekade lalu, bau asap sampah menyergap hidung siapa pun yang melintas. Hutan Kota Desa Margomulyo, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, yang dulu digadang menjadi paru-paru hijau, kini justru tersedak oleh tumpukan sampah warga.

Ironi itu kian terasa, sebab ruang hijau yang berdiri di atas lahan dua hektar tersebut dibangun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2016 senilai Rp546 juta. Dari jumlah itu, Rp223 juta digunakan untuk pengadaan bibit tanaman, dan Rp323 juta lainnya dipakai membangun pagar keliling. Sebuah investasi besar yang kala itu diharapkan melahirkan oase hijau bagi masyarakat.

Harapan tinggal harapan. Alih-alih menjadi ruang konservasi, taman belajar, atau tempat yang teduh, hutan kota itu kini menampilkan wajah buram pengelolaan lingkungan. Dari pantauan lapangan, Senin (1/9/2025), pepohonan hijau yang tumbuh rindang di dalamnya justru dikepung oleh gunungan sampah plastik, sisa makanan, hingga limbah rumah tangga yang tak jarang dibakar di tempat.

Agus, warga setempat, tak kuasa menyembunyikan kekecewaannya.

“Sangat disayangkan, Mas. Hutan kota kan harusnya bisa menyaring udara, menghasilkan oksigen, tapi malah dijadikan tempat buang sampah,” keluhnya dengan nada getir.

Nada serupa disampaikan Sayid, warga lainnya. Baginya, hutan kota sejatinya bisa dimanfaatkan untuk banyak hal ruang bersantai, sarana belajar siswa, sekaligus benteng alami penyerapan air.

“Desa ini sering banjir kalau hujan deras. Kalau hutannya malah jadi tempat sampah, bagaimana pepohonan bisa menyerap air?” tegasnya.

Sayid berharap, pemerintah desa bersama masyarakat bisa segera bergotong-royong membersihkan hutan kota itu. Ia ingin ruang hijau senilai ratusan juta rupiah tersebut kembali pada tujuan semula memberi keteduhan, bukan menebar bau busuk.

Namun Kepala Desa Margomulyo, Wasi’un Alim, punya jawaban lain. Ia mengakui sampah sengaja dialihkan ke hutan kota sejak dua pekan terakhir. Alasannya, pembangunan tempat sampah modern tengah berlangsung, dan lahan hutan sementara dijadikan lokasi pembuangan.

“Itu saya sendiri yang mengarahkan, karena takut mengganggu pengerjaan tempat sampah modern. Hanya sampai tiga bulan ke depan,” ujarnya singkat.

Dalih itu tentu tak serta-merta menutup rasa kecewa publik. Sebab hutan kota yang dibangun dengan uang rakyat semestinya dilestarikan, bukan dikorbankan. Apalagi, jika pembiaran berlangsung lebih lama, fungsi ekologisnya bisa kian rusak.

Pada akhirnya, hutan kota Margomulyo hanya menyisakan ironi dibangun untuk keteduhan, namun diperlakukan layaknya tempat pembuangan. Jika tak segera dikembalikan ke tujuan awalnya, yang tertinggal hanyalah kenangan bahwa paru-paru hijau itu pernah bernafas, sebelum tersedak oleh sampah, bak paru-paru orang merokok. (fah)

Populer Minggu Ini

Atap Pasar Sore Tuban Ambruk, Dua Warga Jadi Korban

kabartuban.com – Atap bangunan Pasar Sore di Kelurahan Sendangharjo,...

Trotoar dan Saluran Irigasi di GOR Anoraga Amblas, Warga Desak Perbaikan Cepat

kabartuban.com – Kondisi trotoar di pintu masuk GOR Rangga...

Lintas Elemen Masyarakat di Tuban Deklarasi Tolak Hoaks dan Provokasi

kabartuban.com – Upaya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas)...

Jalan Rusak di Semanding Tuban Renggut Nyawa ASN Asal Lamongan

kabartuban.com – Kecelakaan lalu lintas terjadi di Jalan Semanding–Kowang,...

Kuasa Hukum Layangkan Somasi, Voting Pembentukan Yayasan Klenteng Kwan Sing Bio Dinilai Cederai Mediasi

kabartuban.com – Polemik Klenteng Kwan Sing Bio kembali memanas....
spot_img

Artikel Terkait