kabartuban.com – Fenomena perceraian di Kabupaten Tuban kembali menjadi sorotan. Sepanjang bulan Mei 2025, Pengadilan Agama Negeri Tuban mencatat angka perceraian yang cukup tinggi. Berdasarkan data resmi, terdapat 337 perkara cerai gugat yang diajukan oleh istri kepada suami, dan dari jumlah tersebut, sebanyak 179 perkara telah dikabulkan oleh majelis hakim. Sementara itu, permohonan cerai talak yakni perceraian yang diajukan oleh suami mencapai 165 perkara, dan 76 di antaranya telah dikabulkan.
Lonjakan angka tersebut menunjukkan bahwa permasalahan dalam rumah tangga masih menjadi tantangan serius di tengah masyarakat.
Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Negeri Tuban Sandi menjelaskan bahwa faktor utama yang menyebabkan perceraian adalah persoalan ekonomi, yang mencakup ketidakmampuan pasangan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam catatan mereka, terdapat 87 perkara perceraian yang dipicu oleh kondisi ekonomi yang tidak stabil dan berujung pada konflik berkepanjangan.
“Masalah ekonomi menjadi pemicu terbesar terjadinya perceraian. Banyak pasangan yang akhirnya memilih berpisah karena merasa tidak lagi mampu melanjutkan kehidupan rumah tangga dengan kondisi finansial yang serba kekurangan,” ujar sandi saat dikonfirmasi di Kantornya pada Selasa (24/6/2025).
Tak hanya persoalan ekonomi, Sandi juga mengungkapkan bahwa perselisihan dan pertengkaran yang terjadi secara terus-menerus menempati urutan kedua sebagai faktor penyebab, dengan jumlah 53 perkara. Kondisi ini sering kali dipicu oleh perbedaan prinsip, komunikasi yang buruk, hingga masalah sepele yang tidak kunjung terselesaikan dan akhirnya memicu konflik berkepanjangan di antara pasangan.
Selain itu, dalam data yang dihimpun, terdapat dua perkara yang disebabkan oleh kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dua perkara lainnya berkaitan dengan kebiasaan mabuk yang dilakukan oleh salah satu pasangan, serta satu perkara yang dipicu oleh kebiasaan berjudi, yang turut memperburuk kondisi rumah tangga.
Maraknya kasus perceraian tersebut menjadi perhatian serius bagi Pengadilan Agama dan lembaga terkait di Kabupaten Tuban. Tidak hanya karena jumlahnya yang cukup tinggi, namun juga karena semakin beragam dan kompleksnya permasalahan yang melatarbelakangi perceraian.
Ia mengimbau masyarakat untuk lebih bijaksana dalam menghadapi konflik rumah tangga. Upaya penyelesaian secara kekeluargaan atau melalui jalur mediasi diharapkan bisa menjadi alternatif sebelum mengambil langkah hukum yang dapat berdampak besar, tidak hanya pada pasangan, tetapi juga pada anak-anak dan keluarga besar.
“Dalam banyak kasus, perceraian bukan solusi yang paling baik. Kami berharap pasangan yang menghadapi masalah bisa mencari jalan damai terlebih dahulu, dan tidak langsung mengambil keputusan untuk berpisah,” pungkas Sandi.
Dengan kondisi ini, peran tokoh masyarakat, lembaga sosial, serta pemerintah daerah diharapkan semakin aktif dalam memberikan edukasi dan pendampingan kepada masyarakat, khususnya pasangan suami istri, agar mampu membangun rumah tangga yang sehat, harmonis, dan tahan terhadap berbagai tantangan. (fah)