kabartuban.com – Kasus dugaan penggelapan yang menjerat Kepala Desa Tingkis, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban, Agus Susanto, kian memanas. Upaya mediasi yang diinisiasi pihak tersangka pada Selasa (23/12/2025) kemarin, tak mampu meredakan konflik. Alih-alih menemukan jalan damai, pertemuan itu justru menegaskan sikap pelapor yang memilih melanjutkan proses hukum.
Kuasa hukum tersangka, Nang Engky Anom Suseno, menyebut mediasi berjalan alot dan berakhir tanpa kesepakatan. Ia menilai forum tersebut tidak dihargai sepenuhnya oleh pihak pelapor, bahkan sempat terjadi aksi walkout.
“Pada mediasi pertama, pelapor sudah menegaskan tidak ingin berdamai. Kami melihat forum ini kurang dihargai,” ujar Enky kepada wartawan.
Menurutnya, posisi Agus Susanto saat ini belum bisa serta-merta disebut sebagai kepala desa yang melakukan tindak pidana. Ia menegaskan masih diperlukan pembuktian hukum yang komprehensif.
“Kita belum bisa mengatakan ini perbuatan penipuan atau penggelapan. Semua harus dibuktikan secara hukum,” tegasnya.
Pihak kuasa hukum kembali menyoroti komunikasi yang disebut telah terjalin antara Agus Susanto dengan ARS, perwakilan PT SBI, perusahaan yang disebut sebagai pemilik sah lahan yang disewakan. Enky menyebut, PT SBI mengetahui proses perjanjian tersebut sebelum laporan hukum bergulir.
“PT SBI tahu perjanjian ini. Tapi kemudian muncul pelaporan,” ujarnya.
Lebih jauh, ia mempertanyakan penerapan pasal yang disangkakan kepada kliennya. Menurutnya, unsur Pasal 372 KUHP tentang penggelapan tidak terpenuhi dalam perkara ini.
“Di mana unsur muslihat atau penipuannya? Masyarakat tahu lahan itu milik PT SBI. Uang sewa juga masih utuh di rekening dan tidak digunakan,” kata Enky.
Ia menambahkan, jika objek perkara adalah tanah, maka seharusnya digunakan pasal khusus. “Kalau bicara penipuan dengan objek tanah, mestinya menggunakan Pasal 385 ayat 4 KUHP, sesuai asas lex specialis derogat legi generali,” tandasnya.
Kuasa hukum lainnya, Hery T. Widodo, mengungkapkan pihaknya telah mengajukan permohonan pemeriksaan tambahan terhadap sejumlah saksi, baik dari pihak pelapor maupun tersangka. Selain itu, mereka juga meminta penyidik melakukan pemeriksaan forensik terhadap bukti komunikasi dengan pihak PT SBI.
“Kalau yang dipersoalkan adalah perjanjian dengan PT SBI, maka pasal 385 ayat 4 seharusnya yang digunakan,” ujarnya.
Hery juga mendorong aparat penegak hukum untuk mengkaji secara objektif, apakah perkara ini masuk ranah pidana atau justru perdata. Bahkan, pihaknya telah bersurat ke kejaksaan guna meminta kejelasan penanganan perkara tersebut.
Terkait pernyataan PT SBI yang menyebut tidak ada kerja sama dengan Kepala Desa Tingkis, Hery mengklaim telah mengantongi bukti rekaman percakapan dengan pihak PT SBI melalui ARS.
“Fakta hukum harus dilihat secara utuh. Tidak bisa hanya menampilkan fakta yang menguntungkan satu pihak,” tegasnya.
Sementara itu, kuasa hukum pelapor, Khoirun Nasihin, menanggapi singkat perdebatan soal penerapan pasal. Ia menyebut penentuan pasal sepenuhnya menjadi kewenangan penyidik dan jaksa.
“Pasal 385 ayat 4 kemarin juga sudah masuk sebagai alternatif,” ujarnya.
Di sisi lain, Kanit Tipikor Satreskrim Polres Tuban, IPTU Dhani Rhakasiwi, membenarkan bahwa pihaknya telah memeriksa ARS. Namun ia enggan membeberkan hasil pemeriksaan tersebut.
“Kami periksa semua pihak yang terkait. Untuk detailnya itu ranah penyelidikan,” pungkasnya. (fah)
