kabartuban.com – Perceraian terus menjadi Ancaman serius di Kabupaten Tuban. Sepanjang enam bulan pertama tahun 2025, ratusan pasangan suami istri resmi bercerai melalui Pengadilan Agama (PA) Tuban. Data dari Panitera Muda Permohonan, Sandhy, menunjukkan bahwa faktor ekonomi mendominasi penyebab keretakan rumah tangga, disusul perselisihan dan pertengkaran yang tak kunjung reda.
Tercatat, dari Januari hingga Juni 2025, total jumlah perkara perceraian mencapai 1.015 kasus. Dari angka tersebut, 487 kasus di antaranya disebabkan oleh masalah ekonomi, atau setara hampir 50 persen dari total perkara.
Rinciannya, pada bulan Januari terdapat 133 kasus, dengan 83 di antaranya karena ekonomi, 40 akibat perselisihan, dan sisanya karena KDRT, poligami, hingga masalah keyakinan. Sementara pada Februari, tercatat 124 kasus, dengan 72 karena ekonomi dan 40 lainnya karena konflik dalam rumah tangga.
Memasuki bulan Maret, angka perceraian melonjak tajam menjadi 242 perkara. Lagi-lagi, faktor ekonomi menjadi pemicu utama dengan 138 kasus, diikuti 80 karena pertengkaran. Di bulan ini juga muncul alasan baru seperti kawin paksa, hukuman penjara, hingga tuduhan zina.
Pada bulan April, tercatat 135 kasus, 70 di antaranya karena ekonomi, serta 60 karena perselisihan. Mei menyusul dengan 145 kasus, 87 karena ekonomi, 53 karena pertengkaran, dan sisanya karena kekerasan, judi, serta mabuk-mabukan.
Sementara pada bulan Juni, kembali terjadi lonjakan hingga 236 kasus perceraian. Dari jumlah ini, 137 disebabkan faktor ekonomi, dan 88 karena konflik rumah tangga.
Tak hanya itu, terdapat pula sejumlah perkara dengan alasan cukup ekstrem seperti murtad, madat (pecandu narkoba), judi, mabuk, hingga cacat fisik, yang turut menjadi pemicu perceraian.
Fenomena ini menjadi alarm bagi semua pihak, khususnya pemerintah daerah dan instansi sosial. Masalah ekonomi yang menjerat warga, tak hanya berdampak pada kebutuhan hidup, tapi juga turut meretakkan hubungan keluarga.
“Angka ini menunjukkan bahwa tekanan ekonomi menjadi salah satu pemicu utama runtuhnya bahtera rumah tangga. Ini perlu ditanggapi serius,” kata Sandhy saat dikonfirmasi.
Meningkatnya angka perceraian menandakan ada problem struktural yang belum terselesaikan. Penguatan ketahanan keluarga, pemberdayaan ekonomi rumah tangga, serta pendampingan psikologis menjadi kebutuhan yang mendesak. (fah)