kabartuban.com – Masalah ekonomi bukan hanya menghantam rumah tangga masyarakat biasa. Di Kabupaten Tuban, tekanan hidup juga dapat meretakkan keluarga para Aparatur Sipil Negara (ASN). Sepanjang semester pertama tahun 2025, tren perceraian di kalangan ASN menunjukkan angka yang cukup mengkhawatirkan, dengan jumlah pengajuan cerai berkisar antara 4 hingga 10 kasus setiap bulan.
Ironisnya, profesi guru yang dikenal sebagai pendidik sekaligus panutan di masyarakat menjadi kelompok terbanyak yang mengajukan perceraian.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Tuban, Fien Roekmini Koesnawangsih, menyampaikan keprihatinannya. Ia menilai bahwa lonjakan kasus perceraian di kalangan ASN, khususnya guru, menjadi tanda adanya persoalan serius yang perlu ditangani, terutama karena sebagian besar dipicu oleh persoalan ekonomi rumah tangga.
“Selama saya menjabat di BKPSDM, guru memang menjadi profesi yang paling dominan dalam pengajuan cerai. Faktor utamanya tekanan ekonomi,” ujar Fien usai rapat paripurna, Senin (4/8/2025).
Fien menegaskan bahwa ASN tidak bisa mengajukan cerai secara sembarangan. Prosesnya cukup ketat dan panjang. Sebelum sampai ke ranah hukum, mereka harus melalui tahapan pembinaan di masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD), pemanggilan, pendataan, hingga pembuatan berita acara. Rekomendasi dari BKPSDM dan persetujuan pimpinan menjadi syarat mutlak.
“ASN itu bagian dari sistem birokrasi. Mereka tidak bisa mengambil keputusan pribadi, apalagi menyangkut hal besar seperti perceraian, tanpa rekomendasi dari atasan,” jelasnya.
Meski begitu, Fien menyadari bahwa rumah tangga setiap orang memiliki dinamika yang berbeda. Namun ia tetap mendorong para ASN, khususnya guru, untuk tidak langsung menyerah pada keadaan.
“Jika penyebabnya ekonomi, sesungguhnya masih bisa dibicarakan bersama. Jangan buru-buru mengambil keputusan cerai. Komunikasi adalah kuncinya,” pesannya.
Sebagai upaya pencegahan, BKPSDM mendorong adanya program pembinaan mental dan pendampingan keluarga bagi para ASN dengan Tujuannya agar mereka lebih siap menghadapi tekanan dan konflik rumah tangga, serta mampu mencari solusi sebelum memilih berpisah.
“Kami paham, setiap pasangan punya masalah. Tapi keputusan cerai bukan hal ringan. Hubungan suami istri adalah hal yang sangat pribadi. Hanya mereka yang tahu kekuatan dan kelemahan masing-masing. Kami hanya bisa menyarankan agar tetap menjaga komunikasi yang baik di dalam keluarga,” ucapnya.
Fakta ini menjadi alarm sosial,bahwa kestabilan rumah tangga tidak bisa hanya bersandar pada status sebagai ASN atau penghasilan tetap. Ketahanan keluarga memerlukan komunikasi, saling memahami, dan kemampuan menyelesaikan masalah bersama. Tanpa itu, bahkan rumah tangga yang terlihat “mapan” pun bisa runtuh oleh tekanan ekonomi. (fah)