kabartuban.com – Santri Pondok Pesantren (Ponpes) Nahdlotut Tholibin al-Islamiyyin (NTI) Kebonharjo Kecamatan Jatirogo memproduksi masker di Pesantren. Masker yang diproduksi secara mandiri tersebut bukan untuk dijual, melainkan untuk dibagikan kepada guru dan santri lainnya secara gratis.
Ratusan masker tersebut dikerjakan santri yang selama ini mendapatkan pelatihan menjahit di Balai Latihan Kerja (BLK) atau laboratorium menjahit milik Pesantren. Produksi masker secara mandiri ini dilakukan, mengingat stock masker di pasaran terjadi kelangkaan.
Masker hasil produksi para santri tersebut kemudian dibagikan secara gratis kepada seluruh santri putra dan putri. Masker juga diberikan kepada para Kyai dan dewan guru yang mengajar di MTs dan MA Unggulan ‘Ulumiyyah Kebonharjo, yang terintegrasi dengan Ponpes NTI.
Pengasuh Ponpes NTI Kebonharjo, KH. Achmad Alam Farid mengungkapkan, produksi masker dilakukan mandiri lantaran pihak pesantren kesulitan mendapatkan barang itu di toko. Sedangkan pesan online pun, beberapa penjual mematok harga cukup tinggi.
Menurutnya, hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mencegah penularan Covid-19 di meayarakat. Masker juga dibagikan kepada ratusan santri yang sementara waktu dipulangkan ke rumah masing-masing.
“Masker ini kami bagikan gratis kepada seluruh santri dan guru pengajar. Mereka kami pulangkan, yang dekat diantar menggunakan kendaraan. Sedangkan yang jauh dijemput keluarga menggunakan mobil pribadi,” terang Kyai Farid, Sabtu (28/03/2020).
Lebih lanjut Kyai Farid mengatakan, pihak pesantren ingin memproduksi lebih banyak lagi masker untuk dibagikan gratis kepada warga. Namun, hal itu terkendala dengan banyaknya santri peserta BLK yang terpaksa pulang karena antisipasi wabah corona.
Seorang santri pembuat masker, Dewi Masitoh mengaku baru pertama kali menjahit masker. Namun, ia tidak kesulitan untuk menyelesaikan satu masker dalam waktu hanya beberapa menit saja.
“Masker yang dibuat berbahan kain jenis wolly crepe. Satu masker bisa selesai hanya 5 menit saja. Justru yang butuh waktu lama adalah proses pemotongan kain. Kami lembur malam sampai dini hari untuk menyelesaikan ratusan masker,” tandasnya. (rls/im)