kabartuban.com – umur Harapan Hidup (UHH) masyarakat Kabupaten Tuban menunjukkan tren menggembirakan dalam empat tahun terakhir. Angkanya terus merangkak naik hingga menembus 75 tahun pada 2025. Namun, di balik capaian tersebut, ancaman serius mulai mengemuka seiring pergeseran pola konsumsi masyarakat ke arah yang kurang sehat.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Tuban mencatat, UHH pada 2022 berada di angka 74,53 tahun. Angka tersebut meningkat menjadi 74,77 tahun pada 2023, kembali naik menjadi 74,95 tahun pada 2024, dan mencapai 75,23 tahun pada 2025.
Statistisi Ahli Muda BPS Tuban, Triana Pujilestari, menjelaskan bahwa UHH menggambarkan proyeksi rata-rata usia yang dapat dicapai bayi yang lahir pada tahun berjalan, dengan catatan kondisi kesehatan dan faktor pendukung lainnya tetap terjaga.
“Artinya, bayi yang lahir pada tahun ini diperkirakan dapat hidup hingga usia sekitar 75 tahun,” jelas Triana.
Ia menyebut, kenaikan UHH tidak terlepas dari perbaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tuban yang pada 2025 mencapai 73,15. Akses layanan kesehatan yang semakin mudah serta meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatan menjadi faktor utama pendorong capaian tersebut.
Selain itu, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto dinilai turut memberi dampak positif dalam membangun pemahaman masyarakat tentang pentingnya asupan gizi seimbang.
“Kesadaran terhadap nutrisi mulai tumbuh dan itu berkontribusi terhadap peningkatan umur harapan hidup,” ujarnya.
Pandangan serupa disampaikan Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUD dr. Koesma Tuban, Erwin Era Prasetya. Menurutnya, investasi di sektor kesehatan berperan besar dalam menekan angka kematian ibu dan bayi serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Ia juga menyoroti penurunan angka stunting di Tuban sebagai indikator membaiknya status gizi masyarakat yang berdampak jangka panjang.
“Pemerataan tenaga medis, kemajuan teknologi kesehatan, serta penguatan infrastruktur layanan menjadi kunci peningkatan kualitas hidup dan UHH,” ungkap Erwin.
Namun demikian, Erwin mengingatkan adanya ancaman laten dari meningkatnya konsumsi makanan tinggi gula, garam, dan pengawet. Jika tidak diimbangi perubahan perilaku, kondisi tersebut berpotensi memicu lonjakan penyakit degeneratif.
“Dalam tiga hingga lima tahun ke depan, UHH bisa terdampak jika pola makan dan gaya hidup tidak segera dibenahi. Beban pembiayaan kesehatan akan meningkat dan angka kesakitan bisa naik,” tegasnya.
Sebagai langkah antisipasi, pihaknya mendorong penguatan edukasi promotif dan preventif di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Sementara itu, rumah sakit diharapkan fokus pada peningkatan kapasitas layanan pengobatan dan rehabilitatif berbasis teknologi.
Erwin juga menilai kebijakan pemerintah dalam membatasi kandungan gula, garam, dan pengawet pada produk pangan akan jauh lebih efektif dalam menjaga tren positif UHH.
“Dibutuhkan keberanian mengambil kebijakan tegas agar dampaknya benar-benar terasa bagi kesehatan masyarakat,” pungkasnya. (fah)
