kabartuban.com – Pembangunan Gedung Instalasi Perawatan Intensif Terpadu (IPIT) RSUD Dr. R. Koesma Tuban berujung gugatan hukum. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Melanesia Corruption Watch (MCW) melayangkan gugatan terhadap Direktur RSUD Dr. R. Koesma, Masyhudi, dan kontraktor pelaksana, PT Anggaza Widya Ridhamulia.
Gugatan ini dilayangkan akibat keterlambatan penyelesaian proyek yang semula ditargetkan rampung pada Desember 2024. Proyek senilai Rp58,67 miliar ini dikerjakan oleh PT Anggaza Widya Ridhamulia, yang beralamat di Jalan Gayungsari VII No. 12, Surabaya. Pembangunan dimulai pada Agustus 2024.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Tuban, gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 6/Pdt.G/2025/PN Tbn dan saat ini masih dalam proses persidangan. MCW menuntut agar denda keterlambatan proyek dihitung sesuai aturan yang berlaku, yakni satu per seribu dari nilai kontrak per hari keterlambatan, sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Kuasa hukum MCW, Sahudi Ersad, menyatakan bahwa gugatan ini bertujuan untuk memastikan tidak ada penyelewengan dalam pembayaran denda keterlambatan proyek. Hingga kini, persidangan telah digelar tiga kali, namun pihak PT Anggaza Widya Ridhamulia dinilai belum melengkapi dokumen hukum yang sah.
“Perusahaan sudah tiga kali hadir dalam persidangan, tetapi mereka tidak membawa akta pendirian perusahaan yang sah dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham),” ujar Sahudi saat dikonfirmasi.
Saat ini, pihaknya masih melakukan mediasi dengan Direktur RSUD Koesma, Masyhudi. Sidang lanjutan dijadwalkan pada 5 Maret 2025.
Sementara itu, Kepala Bagian Hukum Pemkab Tuban, Cyta Sorjawijati, yang mewakili Direktur RSUD Dr. R. Koesma dalam persidangan, membenarkan adanya gugatan dari MCW. Namun, menurutnya, proyek tersebut sudah mendapatkan addendum atau perpanjangan waktu selama 50 hari, serta adanya skema Kerja Sama Operasi (KSO).
“Kami masih dalam tahap mediasi dengan pihak penggugat. Setelah kami pelajari, ternyata ada addendum penambahan waktu 50 hari serta kerja sama operasi,” jelas Cyta, Senin (3/3/2025).
Ia juga membenarkan bahwa PT Anggaza Widya Ridhamulia belum melengkapi dokumen perusahaan yang seharusnya dibawa ke persidangan.
“Tiga kali persidangan, mereka hanya membawa surat tugas, tetapi tidak membawa dokumen penting seperti akta pendirian perusahaan,” pungkasnya.
Proses hukum masih berlanjut, sementara publik menanti kejelasan terkait proyek yang menggunakan dana APBD Kabupaten Tuban ini. (fah)