kabartuban.com – Sejumlah petani menolak adanya bantuan berupa sumur dari PT. Gasuma Federal Indonesia (GFI) yang beroprasi di Desa Rahayu, Kecamatan Soko Tuban. Pasalnya, petani masih meminta ganti rugi yang sifatnya kompensasi.
Salah satu petani setempat, Suratman mengaku, berdasarkan pengalaman sebelumnya, ketika diberi bantuan berupa sumur malah muncul masalah.
“Masalahnya, Orang yang mendapat kepercayaan untuk mengelola sumur itu mau meminta bagi hasil, sedangkan petani banyak yang keberatan karena sumur tadi kan sifatnya bantuan, jadi ya ndak usah bagi hasil, ” ucapnya.
Sebelumnya, lanjut Suratman, dulu pernah dibangun sumur, dan ada tiga titik yang dikelola oleh pihak desa. Permasalahan yang paling menonjol adalah ketika sumur yang di sawah difungsikan untuk pengairan, sedangkan sumur-sumur warga banyak yang tidak keluar airnya.
“Jadi ibarate wargane ndak minum malah dibuat ngairi sawah, dan sekarang nilai sumur berapa toh, kalau cuma sumur petani bisa buat sendiri, yang mahal itu listriknya. Padi kan usia panennya sampai empat bulanan, jadi misal lahan 5 hektar kalau dibuat bayar listrik hasil panennya habis,” terangnya.
Menurutnya, karena itulah petani meminta bantuan yang sifatnya kompensasi. Semisal pada musim panen, dan hasilnya tidak maksimal, pihak perusahaan bisa mengganti kerugiannya tersebut. Suratman juga menandaskan, petani tidak menuntut kompensasi yang besar, namun hanya sewajarnya.
Terpisah, Ketua Badan Permusyawartan Desa (BPD) Rahayu, Kamsiadi menerangkan, saat ini ada dua titik sumur yang difungsikan dari bantuan PT. Gasuma Federal Indonesia, yaitu di daerah Dusun Kayunan dan Dusun Nggandu.
“Kalau di derah kayunan untuk PDAM, dan daerah gandu untuk Hipa dan PDAM,” pungkasnya.
Ditanya terkait permasalahan yang terjadi sebelumnya, Kamsiadi menyatakan, saat itu pengelolaannya kurang tepat, dan yang mengelola orang-orang yang kurang berkompeten di bidangnya, “Semoga sekarang bisa dikelola dengan baik, karena itu juga program dari BPD,” tambah Kamsiadi. (har/im)