kabartuban.com – Kabupaten Tuban adalah salah satu kota di Indonesia yang harus bersiap diri dengan potensi dampak Perang Rusia dan Ukraina. Dampak tersebut lambat laun akan terasa mengingat adanya Proyek Investasi Rusia yang sedang berjalan di Kabupaten Tuban. Kilang Tuban yang saat ini sedang dibangun merupakan proyek kerja sama antara PT Pertamina (Persero) dengan perusahaan Rusia, Rosneft.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kilang tersebut dibangun dengan kapasitas pengolahan sebesar 300 ribu barel per hari yang akan menghasilkan 30 juta liter BBM per hari untuk jenis gasoline dan diesel. Selain itu, akan dihasilkan pula 4 juta liter avtur per hari serta produksi petrokimia sebesar 4,25 juta ton per tahun.
Pantauan kabartuban.com di sekitar area lokasi proyek Kilang New Grass Root Refinery (NGGR)Â atau Kilang Tuban, proyek masih terlihat berjalan seperti biasa di bawah naungan PT. Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP). Namun sejumlah pihak mengaku cukup siaga dengan situasi global yang ada. Jika dalam situasi tertentu Proyek tersebut terganggu atau bahkan terhenti, tentu saja akan menjadi pukulan bagi ratusan tenaga kerja lokal yang saat ini terlibat dalam Proyek tersebut, Sabtu (05/03/2022).
Dilansir sejumlah media nasional, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji mengatakan, ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina tidak mempengaruhi kerja sama Indonesia dan Rusia dalam pembangunan Kilang Grass Root Refinery (GRR) Tuban di Jawa Timur.
“Kita belum melihat pengaruh ini terhadap proyek Rosneft di Tuban,” ungkap Tutuka Ariadji dalam pernyataannya.
Menurutnya, proyek itu tetap berjalan sesuai rencana dan komitmen Rosneft terhadap kilang NGGR atau Kilang Tuban cukup baik.
Sementara itu, informasi yang dilansir oleh media nasional menyebutkan, perusahaan minyak asal Inggris British Petroleum (BP) akhirnya memutuskan untuk melepas saham sebesar hampir 20% di BUMN minyak Rusia, Rosneft, sebagai akibat dari invasi Rusia ke Ukraina.
Ketua BP Helge Lund mengatakan bahwa perusahaan tersebut telah beroperasi di Rusia selama lebih dari 30 tahun. Namun aksi militer Rusia terhadap Ukraina merupakan perubahan yang cukup mendasar.
“Ini telah membuat dewan BP menyimpulkan, setelah proses menyeluruh, bahwa keterlibatan kami dengan Rosneft, sebuah perusahaan milik negara, tidak dapat dilanjutkan,” ungkapnya.
Banyak pihak berharap proyek dengan nilai investasi US$ 12 Miliar atau setara dengan sekitar Rp 221 Triliun tersebut tidak terganggu akibat perang yang pecah antara Rusia dengan Ukraina. Proses panjang telah di lalui dan menelan banyak konflik, proyek Kilang Tuban tersebut diharapkan dapat terus berjalan dengan baik dan membawa manfaat yang besar untuk banyak pihak. (im/dil)