kabartuban.com-Menyikapi terkait permasalahan kompensasi warga Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Tuban, akibat dampak gas buang (Flare) Joint Operating Body Pertamina Petrochina East Java (JOB PPEJ), Kepala Perwakilan SKK Migas Jabanusa, Ali Masyar, berharap agar permasalah ini bisa diselesaikan tahun ini, dan tidak sampai berbelit-belit sampai tahun depan.
“Tahun ini masih ada 10 hari lagi, jadi harus segera diselesaikan dan dicarikan solusi terbaik. Jangan sampai tahun 2017 masalahnya belum selesai, nanti jadi malah tidak jelas,” ungkapnya dalam acara silaturahmi sosialisasi SKK Migas Jabanusa bersama media Tuban, Rabu (21/12/2016).
Dikatakan oleh Ali, pihaknya akan terus mencarikan jalan keluar kompensasi dampak flare selama 12 bulan yang belum dibayar oleh pihak JOB- PPEJ. Namun pihaknya meminta agar masyarakat bisa mengerti tentang regulasi yang dikeluarkan oleh SKK Migas Pusat sehingga kedua belah pihak bisa menyelesaikan permasalan dengan baik.
“Jadi masyarakat jangan tidak mau tau, jangan ‘poko’e’, kami juga akan membantu mencarikan solusi, tapi kedua belah pihak harus saling mengerti,” paparnya.
Menurutnya, bersikukuhnya masyarakat setempat dengan acuan yang dibuat sejak 2009 tersebut mengingat saat itu puncak tertinggi produksi minyak yang mencapai 45.000 barel per hari, dengab total gas yang dihasilkan JOB PPEJ mencapai 20 MMSCFD. Namun saat ini, tingkat produksi minyak JOB PPEJ hanya 10.000 barel per hari, dan produksi gas tinggal 3 MMSCFD.
“Gas buang flare JOB PPEJ saat ini sudah di bawah ambang batas. Hal ini berdasarkan hasil kajian tim dari ITS,” tuturnya.
Sementara itu, Field Admin Superintendent (FAS) JOB PPEJ, Akbar Pradima, menyatakan, selama ini pihanya sudah berjuang untuk warga Rahayu sampai ke humas pusat dan menteri ESDM dengan didampingi Komisi A, Komisi B, Komisi C DPRD Tuban, namun hasil finalnya hanya mendapat tali asih selama dua bulan.
“Kami tidak bisa mengeluarkan kompensasi kalau tidak ada landasan hukumnya. Keputusannya ya tali asih dua bulan itu, sesuai dengan hasil kajian ITS, tapi warga tetap menolak, kami juga bingung mau bagaimana,” jelasnya.
Masih terang Akbar, jika masyarakat ingin mengadakan peneletian kembali sebagai tim pembanding pihaknya siap agar hasil penelitian bisa sama-sama terbuka. (har)