kabartuban.com — Tidak kunjung mendapatkan titik terang, kasus pembongkaran pagar rumah milik warga Desa Mlangi, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban kini semakin memanas. Diketahui dari kuasa hukum pemilik rumah, dalam proses pembongkaran pagar rumah tersebut bahkan Kapala Dusun (Kasun) setempat dengan jelas melakukan intimidasi dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas.
Nur Aziz, kuasa hukum dari Suwarti si pemilik dari rumah yang dibongkar oleh Pemerintah Desa untuk keperluan pembangunan saluran air kembali mengungkapkan informasi terkait Kasun yang dirasanya mengucapkan kalimat tidak pantas dalam proses pembongkaran pagar rumah yang berlangsung kala itu.
“Tidak pantas jika seorang perangkat desa mengatakan, kalau tidak nurut, tidak mau membongkar sendiri akan dikubur secara langsung dan dimasukkan di dalam bekas galian yang dilakukan ekskavator,” ucap Nur Aziz, Rabu (02/10/2024).
Ia menambahkan, yang dimiliki Suwarti berdiri di atas tanah miliknya sendiri, akan tetapi dalam proses pembongkaran tersebut bukan hanya merusak pagar saja, melainkan 20 lahan pohon pisang juga ikut rusak akibat aktivitas pembongkaran tersebut.
“Ternyata setelah dilakukan olah TKP, yang dirusak tidak hanya pagarnya saja. Namun, juga terdapat material paving sekitar ratusan paving, kemudian sekitar 20 pohon pisang juga ditebang saat itu,” lanjut Nur Aziz.
Dengan tegas Nur Aziz menyalahkan statement yang sebelumnya telah dilontarkan oleh Kades Kujung yang mengatakan bahwa korban meminta ganti rugi senilai Rp.300 juta saat melakukan mediasi di Balai Desa.
“Saat mediasi di Balai Desa itu tidak ada permintaan dari korban senilai Rp.300 juta, jadi yang benar itu permintaan di angka Rp.100 juta,” sanggahnya.
Alasan permintaan ganti rugi senilai Rp.100 juta itu disampaikan oleh Nur Aziz dikarenakan pembongkaran yang dilakukan bukan hanya merusak pagar saja, tetapi juga merusak material lain yang merugikan korban. Namun, menurutnya kerugian imateril yang dialami kliennya adalah yang paling ditekankan.
“Yang paling dirugikan itu kerugian materil yang diintimidasi, yang katanya mau dikubur di situ. Kemudian, rasa ketakutan yang luar biasa saat itu diintimidasi, ya itu sebenarnya,” ujar Nur Aziz.
Kasus ini menurut Nur Aziz tidak akan sampai ke ranah hukum jika saja Pemdes Mlangi mampu memberikan penyelesaian akan kasus tersebut. Namun, Pemdes Mlangi mengira biaya pembangunan pagar tersebut senilai Rp.18 juta, sementara Pemdes Mlangi hanya berani memberikan separuh dari nominal tersebut untuk diberikan kepada korban sehingga pihak korban menolaknya.
“Pagar itu jelas di dalam dan sertifikat itu ada sertifikatnya, insya Allah minggu depan akan dilakukan pengukuran oleh pihak penyidik,” bantahnya lagi merujuk pada statement Kades Kujung yang menyatakan bangunan pagar korban melebihi ukuran pada sertifikat.
Nur Aziz juga menyayangkan adanya tindak pemberian tanda tangan saat proses pengajuan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) apabila tanah tersebut ukurannya memang salah.
“Mestinya kan jangan ditandatangani, ini nggak ukurannya, kan begitu. Dan sampai detik ini sertifikat tersebut masih berkekuatan hukum yang sah dan mengikat,” ucapnya.
Menanggapi hal tersebut, Kasat Reskrim Polres Tuban, Dimas Robin Alexander menyatakan pihaknya masih dalam proses pemeriksaan saksi-saksi serta mengecek dokumen kasus tersebut.
“Setelah itu baru pelaksanaan gelar,” tulis Dimas saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp. (fah/za)