kabartuban.com – Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tuban atas kasus kekerasan yang menimpa seorang anak di bawah umur berakhir mengejutkan. Aris Rozikin, terdakwa yang sebelumnya diduga melakukan tindak kekerasan dalam kondisi mabuk, diputus bebas pada sidang Kamis (21/08/2025).
Bagi keluarga korban, Rasa kecewa tak mampu mereka sembunyikan. Era Sriyanti, ibu korban, hanya bisa pasrah ketika ditemui awak media ini sehari setelah sidang. Dengan mata berkaca-kaca ia mengaku seharusnya pelaku mendapat hukuman yang setimpal namun kondisi ekonomi membuat mereka tak berdaya.
“Saya kecewa sekali, tapi mau bagaimana lagi. Kita orang kecil, tidak punya apa-apa,”ucap Era lirih, Jumat (22/08/2025).
Kejadian itu bermula pada 30 April 2025. Malam itu Aris yang sudah dalam keadaan mabuk mencari minuman keras di sebuah warung dekat rumah korban, Desa Glodok, Kecamatan Palang, Tuban. Karena warung tutup, amarahnya meledak. Ia merusak pagar kandang di dekat lokasi.
Teriakan anak korban yang memberi tahu ayahnya membuat situasi semakin panas. Saat sang ayah keluar rumah, Aris langsung melayangkan pukulan hingga menyebabkan tangan korban patah dan terkapar. Era yang panik berlari mencari pertolongan.
Tak berhenti di situ, pelaku masuk ke dalam rumah Era. Satu pukulan ke arah televisi membuat benda elektronik itu ambruk dan menimpa tangan sang anak. Tangisan keras pecah, sementara keluarga korban berusaha menyelamatkan diri ke kantor polisi. Tak lama berselang, Aris berhasil diringkus aparat.
Akibat kejadian itu, suami Era mengalami patah tulang dan hingga kini belum sepenuhnya pulih. Kondisi ekonomi keluarga yang serba pas-pasan membuat biaya berobat menjadi beban berat.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tuban, Himawan Harianto, menjelaskan bahwa terdakwa sebenarnya menghadapi dua perkara. Untuk kasus penganiayaan terhadap ayahnya, Aris divonis 3 tahun 6 bulan penjara. Namun, pada kasus anak yang didakwa dengan Pasal 80 ayat 1 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, majelis hakim memutuskan bebas.
“Karena diputus bebas, kami akan menempuh upaya kasasi. Dalam 14 hari ke depan memo kasasi akan kami sampaikan ke Mahkamah Agung,” terang Himawan.
Ia menegaskan kondisi mabuk tak bisa dijadikan alasan bahwa pelaku tidak sadar atas tindakannya. Bahkan menurutnya, UU Perlindungan Anak adalah lex specialis yang seharusnya lebih kuat dibanding pasal umum KUHP.
Menanggapi hal tersebut, Rizki Yanuar, juru bicara Pengadilan Negeri Tuban, membenarkan putusan tersebut dengan nomor perkara 108/Pid.Sus/2025/PN Tbn. Dalam sidang yang dipimpin hakim ketua I Made Aditya Nugraha bersama dua hakim anggota, Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa 2 tahun penjara.
Namun majelis hakim menilai unsur dakwaan tidak terbukti. Pertimbangannya, pelaku tidak memiliki mens rea (niat) untuk melukai anak. Pukulan diarahkan ke televisi, bukan langsung ke anak. Selain itu, luka yang dialami korban dikategorikan ringan.
“Majelis berpendapat niat pelaku tidak ditujukan langsung kepada anak. Maka, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan,” jelas Rizki.
Hakim pun memutuskan membebaskan terdakwa, memulihkan hak-haknya, serta mengembalikan barang bukti pakaian korban.
Meski kecewa, keluarga korban kini hanya bisa berharap pada upaya hukum kasasi yang ditempuh Kejaksaan. Bagi mereka, rasa sakit akibat peristiwa itu bukan sekadar luka ringan. Anak mereka trauma, sementara tulang tangan sang ayah masih belum menyatu karena keterbatasan biaya berobat.
“Kami cuma ingin ada keadilan,” kata Era pelan, sembari menundukkan wajah. (fah)