kabartuban.com – Sejumlah petani di Desa Klotok, Kecamatan Plumpang Tuban, memiliki cara unik dalam membasmi hama tikus di areal persawahan mereka. Tidak menggunakan obat maupun jaring, yakni dengan memelihara burung hantu selaku predator alami hewan pengerat tersebut.
Dalam pantauan kabartuban.com, di beberapa titik areal persawahan terlihat berdiri bangunan papan berukuran kecil mirip kandang yang ditopang sebuah penyangga dari bambu atau sejenis pipa besi.
“Kebetelan di sini pertama yang menggunakan cara alami membasmi tikus dengan menggunakan burung hantu,” terang Heri selaku kelompok tani kepada wartawan media ini, Senin (11/1/2016).
Seperti yang disampaikan oleh Gaguk Sudarmono, Selaku Plt. Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan(BPPKP), bahwa burung hantu adalah musuh dari tikus, dan ketika malam burung hantu mampu melihat tikus dengan radius 50 sd 100 meter.
“Rata-rata disana menggunakan seng dengan setrum, tapi banyak kejadian petaninya yang malah kesetrum, sehingga sekarang menggunakan cara alami yang ramah lingkungan,” terangnya kepada wartawan media ini.
Heri melanjutkan, jenis burung hantu yang dipakai membasmi tikus tersebut adalah Burung hantu jenis Tyto Alba. “Burung hantu kan banyak jenisnya, ada yang cuma mau sama tikus kecil-kecil saja, tapi kalau yang Tyto Alba ini burung hantu yang predator pemakan tikus,” paparnya.
Sebelumnya, sejumlah petani di daerah setempat banyak yang membasmi tikus dengan menggunakan bahan kimia atau setrum, setelah diadakan study banding bersama kelompok tani di Telogoweru Jawa Tengah, dimana daerah tersebut juga menjadi tempat wisata yang terdapat banyak burung hantu.
Setelah diadakan study banding tersebut, para petani mencoba membuat rumah burung hantu yang dipasang di setiap titik persawahan. Setelah itu, terhitung belum genap satu tahun, rumah tersebut sudah ditempati sepasang burung hantu.
“Awalnya pihak desa mau membeli dua pasang burung hantu, tapi pas di Telogoweru katanya ndak usah beli, karena disekitar lingkungan sudah banyak burung hantu, dan itu terbukti belum genap satu tahun hampir di setiap rumah yang dipasang ditempati sepasang burung hantu,” jelasnya.
Terhitung tidak sampai dua tahun, burung hantu itu sudah beranak 5 sampai enam di setiap rumah, sehingga populasi nya cepat meningkat. Tidak hanya itu, burung hantu ternyata juga tergolong hewan yang setia, ketika sudah nyaman dengan tempatnya, tidak akan ditinggalkan. Jadi setelah beranak dan anaknya sudah besar baru ditinggal.
Adapun kendala yang disampaikan heri, selama ini pembuatan rumah burung hantu masih banyak yang menggunakn tiang bambu, sehingga ketika terkena angin rumah itu roboh. Selama ini pihak desa setiap tahunnya menganggarkan 7 juta sd 15 juta untuk pembuatan rumah burung hantu yang menggunakan tiang pipa besi.
Heri berharap, dengan adanya budidaya tersebut, bisa menjadi contoh para petani khususnya di Kabupaten Tuban, sehingga bisa membasmi hama dengan cara yang alami dan hasilnya pun lebih maksimal karena tidak merusak tanaman dan lingkungan. (har/riz)