kabartuban.com – Anggota DPR RI Komisi IV, Eko Wahyudi, bersama Anggota Komisi V, Ali Mufthi, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke aliran Kali Avour, Desa Plumpang, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban, Selasa (5/8/2025). Kunjungan tersebut dilakukan guna mendorong percepatan normalisasi saluran irigasi dan sistem perpompaan yang selama ini dikeluhkan masyarakat karena sering menyebabkan banjir.
Dalam kegiatan itu, turut hadir perwakilan Direktorat Jenderal Lahan dan Irigasi Pertanian Kementerian Pertanian, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo, Gatut, serta unsur Forkopimca Plumpang, Widang, dan Forkopimda Kabupaten Tuban.
Perwakilan Petani, Akhsan, mengungkapkan bahwa forum dialog bersama DPR belum sepenuhnya mampu menangkap inti persoalan yang terjadi di lapangan. Ia menegaskan, masyarakat membutuhkan langkah konkret atas sejumlah tuntutan, di antaranya normalisasi Kali Avour, bantuan asuransi usaha tani padi (AUTP), penyediaan prasarana pertanian, serta pelatihan adaptasi perubahan iklim.
Akhsan menyebutkan bahwa meluapnya Kali Avour setiap musim hujan tak lepas dari rusaknya kawasan hulu di wilayah Semanding, Rengel, dan Grabakan. Menurutnya, kondisi tersebut diperparah oleh maraknya penambangan liar dan kerusakan hutan.
“Kalau hutan di atas gundul dan tambangnya liar, air langsung turun ke sini. Kali Avour jadi tak mampu menampung. Maka, kami minta normalisasi dulu diselesaikan, baru bicara soal hulu,” ujarnya.
Masyarakat mendesak agar Kali Avour dikembalikan ke kondisi semula dengan lebar 24 meter, masing-masing 12 meter di sisi tanggul kanan dan kiri. Saat ini, sungai menyempit drastis menjadi hanya 6 meter akibat pendangkalan dan minimnya perawatan.
Lebih lanjut, Akhsan menjelaskan bahwa BBWS Bengawan Solo baru melakukan penanganan jangka pendek berupa pembersihan sampah dan untuk jangka menengah pengerukan dan peninggian tanggul, dan sementara rencana jangka panjang berupa normalisasi total masih belum jelas realisasinya.
“Masyarakat sangat berharap, tapi karena terlalu lama menunggu, akhirnya muncul rasa kecewa. Aspirasi ini harus segera ditindaklanjuti,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BBWS Bengawan Solo, Gatut, menegaskan bahwa persoalan utama bukan sekadar sedimentasi, melainkan rusaknya lingkungan di wilayah hulu.
“Permasalahan utama justru ada di hulu. Banyak lahan yang sudah gundul akibat alih fungsi, tidak ada vegetasi. Itu menjadi penyebab utama sedimentasi yang masuk ke Kali Avour,” jelas Gatut.
Ia menambahkan, tanpa penanganan menyeluruh di wilayah hulu, upaya normalisasi di hilir hanya akan bersifat sementara.
“Kalau dibiarkan, dua hingga tiga tahun ke depan akan kembali seperti ini. Harus ada sinergi antara pemda, kehutanan, masyarakat, dan instansi terkait,” katanya.
Gatut juga menyoroti maraknya tambang ilegal yang ikut memperparah kondisi lingkungan. Ia mendorong instansi berwenang seperti ESDM dan Kementerian Kehutanan untuk melakukan penertiban.
“Kalau tambang resmi pasti ada amdal dan reboisasi. Tapi tambang liar tidak, ini yang menyebabkan sedimentasi tinggi. Harus ada penertiban,” tegasnya.
Meski pemerintah daerah mulai membangun komunikasi dengan pemangku kepentingan di wilayah hulu, Gatut menilai perlu percepatan aksi konkret. Saat ini, BBWS Bengawan Solo masih fokus pada langkah jangka pendek.
“Kami membantu menyelesaikan yang ada di depan mata. Sambil menunggu penanganan dari hulu yang harus dikoordinasikan lebih luas,” pungkasnya. (fah)