kabartuban.com – Paguyuban Becak Parkir Sunan Bonang merasa tertekan dengan kewajiban setoran ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLH-Hub) yang mencapai Rp 5 juta per bulan. Jumlah setoran tersebut sudah lebih ringan daripada target setoran yang diminta oleh Pemkab Tuban melalui DLH-Hub sebesar Rp 8 juta per bulan.
Setoran restribusi dalam jumlah gelondongan ke penguasa tersebut menjadi beban bagi Paguyuban Becak yang pemasukannya tidak menentu, Jum’at (16/09/2022).
DLH-Hub sebagai penguasa area Parkir Wisata Sunan Bonang mengaku berpijak pada Peraturan Daerah (Perda) No 21 Tahun 2014 bahwa setiap pengguna jasa pelayanan tempat khusus parkir akan dikenakan biaya retribusi, salah satunya pada moda transportasi becak di Parkir Wisata Sunan Bonang Tuban yaitu Rp 400 untuk sekali parkir selama-lamanya 2 jam. Berdasarkan ketentuan tersebut dan perhitungan dari pihak DLH-Hub, kemudian Paguyuban Becak Parkir Sunan Bonang diperintahkan untuk membayar secara komulatif Rp 8 juta per bulan. Namun setelah menyampaikan keberatan, angka Rp 8 juta tersebut turun menjadi Rp 5 juta per bulan.
Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Paguyuban Becak Parkir Wisata Sunan Bonang, Pukuh Suwito bahwa pihaknya telah melakukan nego kepada Kepala Dinas DLH-Hub Bambang Irawan, yang telah menetapkan kewajiban setoran Paguyuban sebesar Rp 8 juta per bulan hingga akhirnya negosiasi mentok di angka Rp 5 juta per bulan.
“Penarikan itu semenjak saya menjadi Ketua (Paguyuban) yakni Bulan Maret (2022), diundang kesana untuk penarikan retribusi itu dengan kalkulasi 435 anggota Paguyuban,” ungkapnya.
Lebih lanjut Pukuh Suwito mengatakan, bahwa kalkulasi dan hitungan tersebut subyektif dari DLH-Hub, dimana menurutnya perhitungan tersebut kurang relevan dengan situasi di lapangan. Menurutnya, pada hari-hari biasa, Senin s.d Jumat, kehadiran tukang becak yang mengais rejeki di Parkir Wisata Sunan Bonang hanya pada kisaran 100 orang dan bisa kurang. Kemudian meningkat ramai anggota Paguyuban Becak yang aktif hanya hari Sabtu dan Minggu atau hari libur dengan jumlah tukang becak aktif di kisaran jumlah 250. Artinya, jika memang terdata ada 435 tukang becak yang terdaftar sebagai anggota Paguyuban Becak Sunan Bonang, tidak berarti setiap hari sebanyak 435 tukang becak yang beroperasi setiap hari di tempat tersebut.
Baca Juga: Revitalisasi Alun-Alun Tuban Telan Anggaran Rp1,9 M, Pantai Boom Belum Masuk RAB
Meskipun tawar menawar nilai setoran tukang becak ke Pemkab telah disepakati di angka Rp 5 juta, namun pihak Paguyuban masih merasa keberatan dan hal itu dianggap menjadi beban yang cukup berat, karena kondisi di lapangan berbeda dengan asumsi yang diambil kesimpulan perhitungan oleh Pemerintah. Meskipun pihak Dinas berdalih pada peraturan yang ada, namun pihak Paguyuban menganggap “setoran gelondongan” Rp 5 juta per bulan tersebut tidak adil dan bukan keputusan yang bijak dari pemerintah.Hingga saat ini Perda tentang restribusi tersebut tidak diberlakukan dengan rinci melalui tiket sesuai jam dan tarif yang ditentukan dalam aturan, sehingga tidak dapat dihitung dengan pasti berapa pemasukan restribusi Parkir Wisata Sunan Bonang sesuai tiket dan peraturan yang semestinya.
“Walaupun terdapat bus yang masuk penumpang belum tentu naik semua, karena di sini tidak ada ketentuan bahwa penumpang pariwisata yang datang di sini harus naik becak, tapi kita tetap menawarkan jasa naik becak. Katakanlah ada bus banyak dan mereka naik becak semua, secara otomatis becak kita akan habis setelah itu untuk antrean selanjutnya akan cepat-cepat jalan,” terang Pukuh.
Lebih lanjut Pukuh Suwito sebagai Ketua Paguyuban Becak Parkir Wisata Sunan Bonang berharap agar nantinya dibuatkan tiket restribusi becak, agar dapat diketahui bersama dengan jelas pemasukan yang didapatkan dan berapa yang harus disetorkan kepada Pemerintah. Menurutnya, hal itu akan lebih baik dan lebih jelas untuk diketahui bersama dan saling bisa menerima.
Kepada wartawan media ini, Ketua Paguyuban tersebut mengaku setoran dari para tukang becak dalam setiap bulan terkumpul antara Rp 4 juta hingga Rp 6,5 juta, tidak sampai menyentuh angka Rp 7 juta. Angka tersebut belum dikurangi kebutuhan operasional kerja dan organisasi Paguyuban.
Sebelum adanya aturan wajib setor Rp 5 juta kepada Pemkab Tuban, pengurus Pauyuban biasa mendapatkan honor atau dana insentif pengurus, sekedar untuk mencukupi operasional. Namun sejak adanya perintah setor tersebut, Selama 6 bulan belum bisa memberikan dana insentif untuk pengurus Paguyuban.
Sebelumnya setoran Paguyuban ke Dinas Perhubungan (Dishub) hanya ada angka Rp 1,6 juta.
Sementara itu Kepala DLH-Hub Bambang Irawan tidak banyak berkomentar saat dikonfirmasi terkait hal tersebut. Meskipun Paguyuban merasa keberatan dan tidak ada ukuran yang jelas dalam bentuk tiket atau karcis restribusi becak, Bambang menegaskan bahwa penarikan Rp 5 juta perbulan bagi Paguyuban Becak Parkir Sunan Bonang tersebut sudah sesuai peraturan yang ada.
“Jadi kami punya lahan parkir untuk becak, yang masuk sana itu kita tarik restribusi, ya nggak tentu sih tergantung tarikannya becak. Karena kebetulan mungkin, setelah saya pegang ini, Rp 5 juta bisa masuk perbulan,” terang Bambang, tanpa menyebutkan bahwa ada kewajiban pasti Rp 5 juta yang dibebankan kepada Paguyuban.
Bahkan, menurut Bambang jumlah setoran Rp. 5 juta tersebut memang banyak, dan jika sesuai perhitungannya, seharusnya bisa lebih banyak dari itu. Bambang kembali menegaskan bahwa penarikan retribusi itu sudah resmi, karena ada perda yang menaungi di bawahnya.
“Kami kan ditarget juga, makanya harus saya naikkan. Harus naik ini target retribusinya. Petugas kami kan di Paviliun depan, kan juga, dia ngopeni yang lainnya juga katanya. Saya nggak tau nanti kalau misalkan dia (pihak Paguyuban) nggak sangggup, ya pegawai kami yang akan menarik retribusi itu,” tegasnya. (hin/im)