Bulog Gigit Jari, Jagung Petani Tuban Laris ke Tengkulak

kabartuban.com – Harga jagung yang melambung di tingkat petani membuat Bulog kesulitan menyerap hasil panen di Tuban. Petani lebih memilih menjual ke tengkulak karena selisih harga yang mencapai ratusan rupiah di atas HPP, sementara Bulog terikat aturan pembelian dari pemerintah. Akibatnya, dari target 29.000 ton, realisasi penyerapan hingga kini baru sekitar 320 ton.

Kepala Sub Divre Bulog Bojonegoro-Tuban-Lamongan, Ferdinan Dharma Atmaja, mengungkapkan bahwa rendahnya serapan disebabkan oleh harga jagung di tingkat petani yang sudah melampaui Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

“Berdasarkan instruksi Badan Pangan Nasional (Bapanas) RI, HPP jagung ditetapkan Rp 5.500 per kilogram untuk kadar air 18–20 persen, dan Rp 6.400 per kilogram untuk kadar air maksimal 14 persen,” jelas Ferdinan.

Namun, kondisi di lapangan menunjukkan harga pasar jauh lebih tinggi. Para tengkulak berani membeli jagung dengan kadar air 18–20 persen di kisaran Rp 6.350–6.400 per kilogram, sehingga petani lebih memilih menjual ke tengkulak ketimbang ke Bulog.

“Bulog tetap harus mengikuti harga sesuai HPP sebagaimana diatur oleh Bapanas. Tujuannya menjaga stabilitas harga agar tidak jatuh di bawah ketentuan,” ujarnya.

Meski begitu, Bulog tidak tinggal diam. Untuk meningkatkan serapan, pihaknya kini melakukan pendekatan langsung ke petani, kelompok tani (Poktan), dan gabungan kelompok tani (Gapoktan). Sosialisasi tentang HPP dan standar mutu jagung terus digencarkan bersama Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP), penyuluh lapangan (PPL), dan aparat kepolisian.

“Kami berharap upaya ini bisa membangun kepercayaan dan kerja sama dengan petani, agar Bulog dapat membeli langsung dari sumbernya sesuai HPP. Dengan begitu, stok pangan nasional tetap aman, sementara petani tetap mendapat harga layak,” tambahnya.

Namun di sisi lain, petani justru menilai kebijakan harga pemerintah terlalu rendah dan tidak berpihak.

Salah satu petani asal Kecamatan Soko, Ali (40), menilai harga yang ditetapkan pemerintah belum mencerminkan upaya menyejahterakan petani.

“Jangankan selisih Rp 500, selisih 100 Rupiah, ya pasti pilih tengkulak Mas, Katanya mau menyejahterakan petani, tapi harga beli pemerintah malah lebih rendah,” keluhnya.

Dengan kondisi ini, Bulog masih harus berpacu dengan waktu untuk memenuhi target serapan jagung di tengah ketatnya persaingan harga di pasar. (fah)

Populer Minggu Ini

TPST D’Joyo Lestari, Inovasi Sosial Solusi Bangun Indonesia Wujudkan Ekonomi Sirkular di Tuban

kabartuban.com - Upaya menciptakan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan sekaligus...

Bertahan di Depan Kantor Bupati: PKL Tuban Dirikan Tenda Perjuangan Demi Sepiring Nasi

kabartuban.com - Suasana di depan Kantor Bupati Tuban, Kamis...

TPPI Ungkap Penyebab Kebakaran Karena Bocoran Pompa Picu Api, Tak Ada Ledakan dan Korban

kabartuban.com – Pihak PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI)...

Kepanikan di Tasikharjo, kebakaran di Area TPPI Bikin Warga Lari Tunggang-Langgang

kabartuban.com - Siang itu, Kamis (16/10), suasana di Desa...

Petani di Tuban Temukan Mortir Aktif Saat Bajak Sawah, Diduga Peninggalan Zaman Kolonial

kabartuban.com - Ketenangan warga Desa Mliwang, Kecamatan Kerek, Kabupaten...
spot_img

Artikel Terkait