DIA TANPA NAMA

32
Monumen Pancasila Sakti

Pagi itu terdengar kegaduhan

Dentuman hebat memecah kesyahduan kala fajar

Bulan sepuluh kala itu

Seorang anak bangsa tengah berlari sambil berteriak “MERDEKA”

Dia tak sadar luka di kakinya yang kian memerah

Ditentengnya sebuah senjata yang amat sederhana

Iya, perang sudah dimulai

Asma Allah terdengar dari pesawat radio

 

Sinar matahari yang panas membakar kulitnya

Semakin merah nan panas kobaran api di dadanya

Jika kau ingin tahu siapa dia

Tengoklah ke belakang

Saat itu dia tengah berbaring di medan pertempuran

Bertaruh nyawa dengan sebilah bambu runcing

Dengan perutnya yang buncit karena lapar

Kulit kusam berbalut darah yang memerah

 

Sesekali dia berlindung diantara tumpukan karung

Ditembakinya dia dengan peluru panas

Apakah saktinya sebilah bambu runcing?

Mulutnya yang terus berteriak

Tetapi teriakan itu tak terhalang oleh meriam

Dia berada diantara mayat-mayat yang tergeletak

Dengan darah merah yang menghitam

Di bawah atap langit beralas tanah

 

Kini dia telah tiada

Saat peluru Belanda menembus dada kirinya

Air mata keluarganya berlinang

Tanda jasa tak sempat tersemat di kedua bahunya

Kini merah putih telah berkibar tinggi

Dia tak seberuntung teman-teman seperjuangannya

Ucapan terimakasih suatu saat nanti masihkah terdengar kembali?

Dia adalah putra bangsa dalam tinta pahlawan tanpa nama

 

Yoga Cipta Pratama

/