kabartuban.com – Situasi tak biasa terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Tuban pada Rabu (04/12/2024) lalu. Belasan wartawan lokal, baik dari media cetak maupun online, terpaksa meninggalkan ruang sidang setelah dilarang meliput jalannya persidangan perkara pidana yang seharusnya terbuka untuk umum. Para jurnalis itu hanya bisa menunggu di depan pintu Ruang Sidang Garuda.
Larangan ini disampaikan oleh seorang hakim yang memimpin persidangan. Ia beralasan bahwa ruang sidang tidak cukup untuk menampung semua wartawan. Hakim bahkan menyarankan agar hanya satu atau dua wartawan yang meliput, sementara lainnya berbagi informasi. Pernyataan ini tentu menuai kekecewaan dari para jurnalis.
Seorang wartawan media online Indo Satu mengaku kecewa karena tidak bisa meliput jalannya sidang kasus pemerasan yang melibatkan oknum anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Ia terpaksa menunggu di luar hingga sidang selesai.
“Mas yang pakai jaket jeans, tolong keluar. Kalau mau cari berita, bisa sharing dengan wartawan lain,” ujar hakim tersebut.
Kejadian serupa dialami oleh Ibnu Qoyim, wartawan media online, yang bersama rekannya dari Radar Tuban, Andrean, yang juga diminta untuk keluar karena alasan tempat duduk penuh.
Ibnu menilai kebijakan ini tidak hanya menghambat kerja jurnalis, tetapi juga mengabaikan pentingnya keberagaman sudut pandang dalam pemberitaan.
“Seolah-olah kami disuruh menulis berita dengan sudut pandang yang sama. Padahal, setiap media punya cara kerja dan perspektif berbeda,” tegas Ibnu.
Hal senada disampaikan oleh seorang wartawan dari Ronggo.id, Ia mempertanyakan dasar kebijakan yang membatasi wartawan meliput sidang terbuka.
“Sidang terbuka untuk umum, tapi rasanya seperti sidang tertutup,” keluhnya.
Sementara itu, Juru Bicara PN Tuban, Rizki Yanuar, mengaku belum mengetahui secara pasti kejadian tersebut. Namun, ia berjanji akan mengevaluasi dan meningkatkan fasilitas agar media dapat bekerja dengan baik.
“Informasi ini akan kami tindak lanjuti. Kami sadar ruang sidang di PN Tuban memang terbatas, dan hakim berwenang menjaga kondusifitas sidang, termasuk mengatur pengunjung,” ujarnya.
Rizki berharap, ke depannya akan ada solusi yang lebih baik agar kerja jurnalis tetap berjalan tanpa mengganggu proses persidangan.
Pembatasan liputan media dalam persidangan terbuka ini memicu pertanyaan soal transparansi dan kebebasan informasi. Padahal, prinsip persidangan terbuka menjamin masyarakat, termasuk media, mendapatkan informasi langsung tanpa hambatan.
Para wartawan berharap PN Tuban bisa dengan segera mengatasi permasalahan ini agar kasus serupa tidak kembali terulang. (fah/za)