kabartuban.com – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jawa Timur menggelar Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) di Pendopo Sabha Mandala Krida Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto. Dalam Rakerwil tahun 2022 ini, AMSI Jatim mengangkat tema “Menuju Ekosistem Digital untuk Kebangkitan Ekonomi Kreatif dan UMKM Jawa Timur.
Ketua AMSI Jatim, Arief Rahman mengatakan, rakerwil merupakan agenda rutin tahunan yang digelar AMSI Jawa Timur untuk membahas program kerja organisasi AMSI. “Ini merupakan wadah perusahaan-perusahaan media siber atau media online di seluruh Jawa Timur,” ungkapnya, Sabtu (18/6/2022).
Dalam rakerwil tersebut akan merumuskan apa yang perlu dilakukan organisasi dalam kurun waktu satu tahun ke depan. Selain itu, lanjut Arif, AMSI Jawa Timur ingin berkontribusi membawa Jawa Timur yang dahulu merupakan pusat salah satu kerajaan besar dan menguasai Asia.
“Ini yang ingin kita hidupkan kembali, semangatnya sehingga Jawa Timur pasca pandemi ini ekonomi bisa tumbuh, ekonomi bisa ada percepatan dan berkembang di atas nasional. Yang paling penting adalah membentuk atau mengkondisikan ekosistem. Kita tidak bisa sendiri sebagai industri media tapi harus melibatkan pemerintah, swasta yang lain, pihak regulator, aparat keamanan,” katanya.
Untuk saling bergotong-royong dan berkolaborasi sehingga Jatim Bangkit bisa terwujud. Tantangan saat ini di era digital banjir informasi luar biasa. Sehingga media harus bisa menyajikan informasi kepada masyarakat yang sehat dan sudah terverifikasi. Arief menjelaskan, jika selama ini yang diterima masyarakat banyak sampah digital, hoax dan disinformasi.
“Sampah digital, banyak hoax, kabar bohong, disinformasi, video tidak sesuai konteks. Hal tersebut bisa mengancam di tengah masyarakat, memecah belah, saling curiga, ini sangat berbahaya. Kedua memang media digital mendapat tantangan dari media sosial. Media siber yang ekstrem itu kan betul-betul dikelola dengan serius,” tuturnya.
Tantangan kedua adalah media sosial. Bahwa di era digital saat ini, tantangan datang dari media sosial. Media mainstream benar-benar dikelola dengan serius dan profesional. Sementara kalau media sosial justru lebih banyak yang ke pribadi-pribadi karena tidak memiliki basic jurnalistik, tidak paham etika dalam menyampaikan informasi ke publik.
“Itu justru yang banyak pengikutnya, sementara kita media mainstream atau media besar kalah dengan influencer atau buzzer. Padahal para buzzer seringkali memberi informasi ke publik itu kebanyakan yang tidak terverifikasi, datanya ngawur, bahkan disinformasi. Ada juga yg informasi-informasi justru dibuat dan dipabrikasi untuk membohongi masyarakat,” sambungnya.
Arief Rahman berharap, agar bagaimana media yang sama-sama punya kepentingan untuk tumbuh, bisnisnya jalan dan secara profit punya keuntungan. Sehingga berpengaruh terhadap karyawan dan wartawan. Sehingga dalam Rakerwil tersebut, AMSI Jatim mengupayakan agar pengelola media lebih profesional dalam manajerial perusahaannya.
“Kita membantu media-media anggota untuk dapat kerja sama, mendapatkan placement iklan. Karena itu, AMSI ke depan akan membuat agency sendiri sehingga media-media akan mendapatkan limpahan kue iklan yang secara nasional kan besar. Selama ini yang dinikmati media-media nasional yang sebenarnya konten lokal sangat menarik untuk masyarakat, tetapi iklannya belum padahal media itu urat nadinya yaa iklan, bekerja sama dengan berbagai pihak,” pungkasnya. (*)