kabartuban.com – Puluhan masyarakat dari Desa Sambonggede Kecamatan Merakurak, melakukan aksi damai menuntut transparansi dari PT PHE (Pertamina Hulu Energi) dan PT SAG (Sumber Aneka Gas) terkait rencana kerja (Site Plan) dan slip gaji. Masyarakat menilai, selama ini kedua Perusahaan tersebut hanya memanfaatkan rakyat kecil untuk dipekerjakan dalam proyek-proyek kecil, menjadi buruh pabrik dengan gaji di bawah standart.
Demi menyampaikan aspirasinya, masyarakat menggelar orasi di 6 tempat yaitu di PT. PHE, PT SAG, Kantor Desa Sambonggede Merakurak, Pemkab Tuban, Kejaksaan Negri, dan Kantor Pajak Pratama Tuban pada Rabu, (31/07/2024).
Korlap (Koordinator Lapangan) dalam aksi damai ini, Zumrotul Fitria menyatakan bahwa masyarakat sudah bekerja selama 2 tahun tapi mereka tidak pernah memperoleh slip gaji, dan tidak pernah ada sosialisasi kepada masyarakat.
“Selama dua tahun masyarakat bekerja tidak pernah memperoleh slip gaji, kita hanya meminta kejelasan, seumpama kita minta bukti Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) mana, dan Andalalin (Analisis mengenai dampak lalu lintas) mana, seumpama bukti ditunjukkan kita nggak akan melakukan aksi,” jelas zumrotul.
Padahal masyarakat sudah mengirimkan surat sebanyak dua kali, tapi diabaikan oleh perangkat desa juga pabrik PT. PHE dan PT. SAG.
“Warga ini berhak, ibaratnya 1 minggu sekali atau 1 bulan sekali warga disosialisasikan pabrik yang ada di sana,” ucap Zumrotul.
Nanto, salah satu warga yang memimpin orasi menambahkan, bahwasanya perusahaan selama ini telah membodohi warga. Masyarakat hanya diiming-imingi proyek-proyek kecil, dan diberi harga yang jauh di bawah standart harga proyek Migas. Sebagian besar masyarakat hanya menjadi buruh proyek, dengan gaji yang kecil dan tanpa slip gaji, dimana ketika lembur gaji yang diberikan tidak sesuai standart proyek Migas.
Lebih lanjut, ada dugaan dari masyarakat bahwa terdapat oknum perangkat desa dan TNI yang ikut mendapat proyek yang ada di PT SAG, sehingga menyulut kritikan pedas dari masyarakat.
Nanto menyerukan kritik pedas kepada Pemerintahan Desa yang tidak memperhatikan masyarakatnya, dan mengabaikan masalah-masalah yang dialami oleh warga desa.
“Kalian ini aparatur negara tapi sama sekali tidak memperhatikan warganya, Amdal tidak tahu, site plan tidak tahu, Andalalin tidak tahu, persetujuan lingkungan tidak tahu, tapi proyekan kok tau. Baca dulu undang Undang Desa. Jadi negara memberikan pengakuan kepada desa dengan seluruh struktur organisasinya maupun dengan segala kebudayaanya, tapi sampean bersembunyi di dalam meja terkait perizinan,” seru Nanto dalam orasinya. (fah/zum)