kabartuban.com – Kehadiran industri besar tidak selalu menjamin kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Hal itu dirasakan warga Dusun Boro, Desa Tasikharjo, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, yang tinggal tepat di ring 1 PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
Kepala Desa Tasikharjo, Damuri, mengungkapkan sejumlah keluhan warganya terhadap aktivitas perusahaan, mulai dari pencemaran lingkungan hingga minimnya peluang kerja.
“Ada sekitar 18 rumah yang berhimpitan langsung dengan pagar TPPI, tanpa jarak sama sekali. Sejak pabrik berdiri, bau menyengat dan kebisingan selalu dirasakan warga. Puluhan tahun tidak ada tindakan konkret,” ujarnya.
Damuri menambahkan, sejak 2019 pihak desa sudah menyerahkan berkas appraisal untuk relokasi warga terdampak. Namun hingga kini, rencana tersebut belum mendapat respons dari TPPI.
Selain lingkungan, masalah tenaga kerja juga menjadi sorotan. Warga desa terdampak merasa tersisih karena rekrutmen tidak transparan. Menurut kearifan lokal yang berlaku, pekerja yang mengundurkan diri seharusnya diganti oleh warga dari desa yang sama.
“Kalau disebut ring satu itu kan se-kabupaten Tuban. Padahal yang benar-benar terdampak hanya Tasikharjo dan Remen. Harapan kami, ada perwakilan warga berdampak yang bisa diterima sebagai pekerja organik. Dengan begitu, warga merasa ikut memiliki dan kemiskinan di Tuban bisa berkurang,” jelasnya.
Dalam bidang kesehatan, warga juga menyoroti belum pernah adanya pemeriksaan kesehatan (MCU) massal di sekitar area terdampak. Meski TPPI rutin menggelar pengobatan gratis, warga menilai program tersebut belum cukup untuk mendeteksi dampak polusi terhadap kesehatan.
Damuri menegaskan, langkah warga masih mengedepankan jalur mediasi. Hasil pertemuan akan dituangkan dalam notulen dan dikirim ke Dinas Ketenagakerjaan Tuban, Bupati, Gubernur Jawa Timur, hingga direksi Pertamina dan kementerian terkait.
“Kami tidak ingin menempuh jalan demo yang rawan ditunggangi pihak lain. Langkah kami tetap profesional dan bermartabat. Namun jika aspirasi terus diabaikan, warga bisa semakin kecewa,” pungkasnya.
Menanggapi keluhan warga, perwakilan TPPI dari divisi HSSC, Ahmad Muzaki Budiono, menyebut audiensi kali ini merupakan wadah musyawarah untuk menyalurkan aspirasi masyarakat. Menurutnya, sebagian persoalan yang disampaikan akan diteruskan ke pimpinan perusahaan dan dibahas lebih lanjut.
“Soal relokasi, itu bagian dari proyek besar yang nantinya terkait langsung dengan proyek Olivin di bawah pengawasan KPI. Untuk saat ini memang belum bisa direalisasikan,” jelas Muzaki.
Terkait bau dan kebisingan, ia menyebut perusahaan sudah melakukan sejumlah langkah teknis.
“Untuk kebisingan, kami sudah membangun tembok penghalang di sekitar sumber suara. Sedangkan bau, perbaikan dilakukan saat overhaul (pit stop). Setelah alat diperbaiki, keluhan bau sudah jauh berkurang,” terangnya.
Ia menambahkan, TPPI juga rutin melakukan pengukuran dampak lingkungan baik secara internal maupun eksternal, sesuai regulasi. Pengukuran mencakup kebisingan, bau, getaran, hingga kualitas udara di sekitar pagar hingga pemukiman warga.
Soal rekrutmen tenaga kerja, Muzaki mengakui perlu ada perbaikan komunikasi.
“Transparansi ada batasannya, tetapi kami akan memperbaiki komunikasi agar tidak menimbulkan salah paham. Proses perekrutan sendiri melibatkan tim HC dengan kriteria khusus sesuai kebutuhan perusahaan,” katanya.
Ia menegaskan, pihak perusahaan tetap berkomitmen menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar.
“Audiensi ini menjadi langkah awal memperbaiki komunikasi. Aspirasi warga akan kami tindaklanjuti secara profesional,” pungkas Muzaki. (fah)