kabartuban.com- Holcim, Pabrikan semen asal Swiss yang sedang membangun pabrik di Tuban ini cukup merasakan dampak kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang mencapai level Rp 12 ribu per satu rupiah.Industri padat modal seperti Holcim, tentunya akan mengalami kenaikan biaya dalam bentuk denominasi Dolar Amerika. Hal tersebut tentunya akan berdampak pada konsumen dalam bentuk kenaikan harga jual semen.
Direktur Komersial Holcim Indonesia, Jan Kuningk dalam siaran presnya menjelaskan, nilai tukar rupiah baru-baru ini yang melemah hingga 20% terhadap Dolar Amerika, merupakan bentuk reaksi terhadap defisit transaksi berjalan, sehingga memicu tingginya permintaan Dolar Amerika. Karena repatriasi dan kewajiban pembayaran utang luar negeri, serta faktor eksternal dari kekhawatiran sebagian pelaku pasar terhadap potensi pengurangan stimulus bank sentral Amerika. Ditambah lagi, tingkat inflasi hingga November telah mencapai sekitar 8.3%.
“Holcim Indonesia mengalami kenaikan biaya yang signifikan untuk biaya iklan, distribusi, energi, dan upah di tahun 2013. Biaya keuangan untuk perluasan Tuban juga mengalami peningkatan karena naiknya suku bunga bank dan depresiasi rupiah dari pinjaman luar negeri,” ungkapnya.
Untuk mengurangi dampaknya, Holcim Indonesia terus menjalankan program internal untuk penghematan biaya seperti penghematan energy. Holcim terus memberikan solusi bernilai tambah bagi konsumen dengan tetap menjaga kualitas demi mempertahankan produk Holcim tetap kompetitif.
Di tahun 2014 mendatang, perusahaan berharap tingkat inflasi dapat berkisar antara 7.0-7.5%”. Proyeksi pasar dan kebutuhan perumahan kelas menengah yang terus meningkat. Kebutuhan perumahan masih menjadi faktor utama dari permintaan pasar semen – dengan adanya tambahan 800,000 rumah yang dibutuhkan setiap tahunnya.
Sementara tingkat kredit kepemilikan rumah (KPR) terhadap PDB masih rendah, melemahnya pertumbuhan kredit yang diakibatkan tingginya suku bunga, dan kondisi dengan tingkat inflasi yang tinggi akan berpotensi mengurangi permintaan. Pertumbuhan kredit pada sembilan bulan pertama di tahun 2013 mencapai 23%, tapi Bank Indonesia berusaha memperlambat hingga 18-20% mencapai kisaran 15-17% pada tahun 2014.
Industri Semen dan sektor konstruksi dalam jangka menengah memiliki prospek yang cerah. Secara umum mengindikasikan pergantian pemerintah di semester kedua tahun 2014, diperkirakan tidak akan berdampak banyak pada kebijakan pokok makro ekonomi. Kebutuhan perumahan akan tetap ada, keputusan pemerintah untuk mengatasi inflasi patut diacungi jempol, dan Indonesia tetap berada dalam tingkat investasi (investment grade) seperti yang dikeluarkan oleh Moody’s and Fitch. Perbandingan utang negara terhadap PDB tetap berada di kisaran 25%, ini merupakan pondasi yang kuat untuk pertumbuhan. (im)