kabartuban.com – Diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada awal tahun 2016, pemerintah pusat menetapkan adanya Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang nantinya pada tahun 2017, siswa tingkat SMK diwajibkan untuk mengikuti sertifikasi profesi guna membentengi diri dari persaingan pasar bebas.
“Untuk tahun 2016 sertifikasi profesi masih belum menjadi taraf wajib, namun untuk tahun 2017 akan diwajibkan,” terang Tri Erni Hudayah, selaku direktur LSP P1 SMKN 2 Tuban.
Erni melanjutkan, saat ini di Negara Filipina sudah mempelajari Bahasa Indonesia, untuk mengantisipasi hal tersebut, perlu adanya persiapan untuk menjadi diri yang kompeten di setiap bidang.
“Kita harus mengantisipasi mulai dari sekarang, jangan sampai di Indonesia nanti di dominasi oleh negara luar,” paparnya kepada kabartuban.com, Sabtu (06/2/2016).
Masih terang Erni, sertifikasi profesi bisa diakui untuk melamar kerja, tidak hanya kerja di Indonesia melainkan tingkat ASEAN, karena materi yang diujikan oleh asesor sudah skema ASEAN.
Proses untuk mengikuti ujian tersebut sudah diatur dalam pasal Badan Nasional Sertifikasi Provinsi (BNSP) lewat Tempat Uji Kompetisi (TUK), kemudian LSP menunjuk asesor untuk menguji sesuai dengan kompetensi yang sudah di lingkar ujian tersebut.
“Misalkan ada siswa dari Bojonegoro yang ingin ikut sertifikasi, pihak LSP langsung menunjuk asesor, dan semisal jurusannya tidak ada di prodi kita, kita akan mencari TUK dan menunjuk asesor sesuai dengan bidangnya, jadi sertifikasinya tetap resmi karena lembaga kita sudah terlisensi,” pungkasnya.
Erni menambahkan, untuk menghindari adanya unsur subjektifitas, pihak SMK yang sudah terlisensi menjadi LSP tidak boleh menguji muridnya sendiri, sehingga anak dikatakan kompeten tidak hanya diatas lembar kertas, tapi benar-benar mempunyai skil yang bisa diandalkan.
“Jadi seperti saya, tidak boleh menguji siswa saya sendiri, harus mencari asesor dari luar, jadi nanti hasilnya bisa dikatakan kompeten dan tidak kompeten,” tutup Erni. (har/riz)