kabartuban.com – Tragedi kelam yang memakan banyak korban jiwa pada Sabtu (1/10/2022) di Stadion Kanjuruhan, Malang menjadi sorotan publik. Hilangnya ratusan nyawa yang diduga karena serangan gas air mata dari pihak kepolisian sontak menuai banyak kritikan masyarakat.
Kerusuhan yang terjadi dalam pertandingan Arema FC Vs Persebaya ini bukan kerusuhan yang dilakukan para supporter club sepakbola, melainkan karena adanya kepanikan akibat tembakan gas air mata di dalam stadion.
Dari keterangan beberapa media, kerusuhan diawali dari turunnya Aremania ke Stadion Kanjuruhan sesaat setelah pertandingan Arema FC vs Persebaya usai. Aparat keamanan yang jumlahnya tidak sebanding dengan supporter tersebut berusaha mengendalikan massa, termasuk dengan melakukan tembakan gas air mata. Akibatnya banyak Aremania yang mengalami sesak napas, berdesak-desakan hingga terinjak-injak.
Sebagai respon atas tragedi Kanjuruhan yang terjadi, ribuan Aremania berkumpul di Jalan Semeru Kota Malang pada Minggu (2/10/2022) malam untuk menggelar doa Bersama dengan menyalakan ratusan lilin sebagai simbolis korban yang meninggal akibat insiden maut terbesar dalam sejarah sepak bola ini.
Usai melakukan doa Bersama, beberapa Aremania diberi kesempatan untuk melukan orasi. Salah satu Aremanita menyatakan kesedihannya akibat tragedi memilukan tersebut.
“Sebagai ibu, saya sangat prihatin ada anak yang turut menjadi korban. Langkah hukum harus ditempuh,” ujarnya, dikutip dari Suara.com.
Orasi tersebut lantas disambut tepuk tangan oleh ribuan Aremania yang turut hadir dalam acara doa Bersama tersebut.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Fanda Ardianto yang menyebutkan bahwa agenda serupa akan terus digelar selama tujuh hari dan menunggu perkembangan proses hukum pengusutan Tragedi Kanjuruhan.
“Harus ada tersangka. Ratusan orang dibunuh di depan mata ribuan orang. Masak satu tersangka saja satu hari nggak bisa. Kan nggak masuk akal,” tegasnya.
Bahkan ia menilai bahwa tragedi di Kandang Singo Edan julukan Arema FC tersebut sebagai bentuk aksi pembantaian.
“Kalau di Peru itu kecelakaan, bencana karena tribun jatuh. Sedangkan di Indonesia ini pembantaian. Gimana nggak dibantai, ditembaki gas air mata tapi pintu tribun ditutup. Gimana nggak banyak orang meninggal, banyak anak kecil,” tambahnya.
Terkait advokasi bagi korban, lanjut dia. Pihaknya juga telah menggandeng kuasa hukum atau pengacara.
“Kami akan terus mengawal proses hukum dan mendorong keadilan ditegakkan seadil-adilnya,” tandansya.
Baca Juga: Pria di Tuban Kedapatan Curi Onderdil, Warga Naik Pitam Hajar Pelaku Hingga Babak Belur
Sementara itu, sebagai bentuk simpati antar supporter, aksi warganet termasuk pendukung Persebaya, Bonek melancarkan kritikannya pada pihak kepolisian melalui ranah digital. Para bonek sekaligus memberikan dukungan moril kepada Aremania.
Aksi Bonek dalam bersimpati kepada Aremania dilakukan di media sosial. Polisi dikritik habis-habisan karena dinilai gagal menangani massa supporter Aremania yang masuk stadion usai laga Arema FC Vs Persebaya Surabaya. Aparat kedapatan menembakkan gas air mata ke tribun penonton yang penuh, padahal dalam aturan FIFA, hal tersebut dilarang.
Dikutip dalam tantrum.suara.com, akun Instagram Polres Malang diserbu habis-habisan oleh warganet yang umumnya adalah kalangan supporter termasuk Bonek fans dari Persebaya Surabaya.
Dalam salah satu unggahan sebelum laga Arema FC Vs Persebaya Surabaya, Polres Malang dalam akun instagramnya membuat ajakan supporter untuk tidak membawa flare ke stadion. Namun, pada kenyataannya Polisi yang justru menggunakan gas air mata di dalam stadion yang penuh dengan supporter.
“Matikan flare, lempar gas air mata,” sindir akun @dzak***.
“Aku Bonek tapi tindakanmu ngawur dengan menembak gas air mata dikira bisa bubar dengan kapasitas supporter full kaya gitu? Itu sama saja ada orang di dalam botol terus sampean semprot Baygon, itu penertiban atau penyiksaan,” tulis akun @bond****. (dil)