kabartuban.com – Selain Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) Tuban, satu lagi lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam hal ini Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Surabaya dan membantah beberapa klaim yang dilontarkan Kapolres Tuban terkait penganiayaan yang dilakukan petugas kepolisian terhadap bocah yang masih dibawah umur.
Mereka menganggap statement Kapolres Tuban, AKBP Guruh Arief Darmawan, yang terkesan mengelak, justru menjurus kepada pembohongan publik. “Kalau di kroscekkan dengan di lapangan jelas ada pembohongan publik, kapolres Tuban juga terlalu gegabah memberikan pernyataan tanpa dia kroscek terlebih dahulu ke korban,” kata perwakilan Kontras Surabaya, Fatkhul Khoir (22/06).
Pembohongan publik yang dimaksud adalah ketika Kapolres Tuban menunjukkan hasil visum keadaan VA (13), korban kekerasan asal Desa Patihan Kecamatan Widang. Visum yang ditunjukkan kepada wartawan bertanggal 15 Juni 2015 dari Puskesmas Widang. Visum yang ditunjukkan Kapolres menyebut kalau anak ini tidak mendapati luka berat dan cukup dikompres untuk penyembuhannya.
“Faktanya korban baru mendapat visum pada hari Kamis tanggal 18 juni 2015 dan visum itu dilakukan di RSUD Dr R Koesma Tuban, bukan dari Puskesmas Widang,” kata Fatkhul.
Selanjut yang disoroti oleh LSM ini adalah statemen Kapolres yang menyatakan kalau selama pemeriksaan korban didampingi Kepala Desa Patihan. Padahal, menurut Fatkhul, fakta yang didapat di lapangan, Kades sendiri mengakui tidak mendampingi korban ketika melakukan pemeriksaan.
“Kades setempat mengakui tidak mendampingi ketika melakukan pemeriksaan, tetapi Kades hanya menjemput supaya korban bisa dibawa pulang karena itu adalah warganya,” kata Fatkhul yang saat itu ada di Kantor KPR, Kelurahan Merik, Tuban
Terakhir dia juga menyoroti cara penangkapan yang dilakukan petugas saat itu terhadap korban. Saat itu petugas tidak menunjukkan surat penangkapan. Idealnya, menurut Khoir, penangkapan terhadap anak dibawah umur melalui orang tuanya.
“Tidak boleh anak-anak ditangkap langsung, tetapi harus melalui orang tuanya,” kata Fatkhul.
Sementara itu, Nunuk Fauziyah dari Koalisi Perempuan Ronggolawe juga menyatakan hal yang sama. Dia mengaku kecewa dengan statemen Kapolres yang menyatakan kalau pengakuan penganiayaan anak ini hanya sekedar bohong.
“Hasil konseling kami sejak awal ketika keluarga korban mengadu, kami memastikan anak ini tidak berbohong, fakta kekerasan yang didapat Viki adalah dia ditelanjangi, kemudian dipukul beberapa kali, diinjak dadanya, dan juga dimasukkan pistol kedalam mulutnya,” Terang Nunuk. (kh)