kabartuban.com – Persoalan wakaf sering muncul di tengah masyarakat. Bahkan, tak jarang persoalan wakaf itu memunculkan konflik berkepanjangan antarpihak. Masalah obyek tanah wakaf adalah yang sering muncul. Biasanya, hal itu disebabkan status tanah obyek wakaf yang belum beres.
Sementara, sering terjadi kasus, tanah yang sudah diwakafkan digugat atau diminta kembali oleh ahli waris orang yang mewakafkan (wakif) tanah. Penyebabnya, tanah yang diwakafkan itu belum disertifikatkan sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum. Sedangkan, ahli waris yang menggugat punya sertifikat atau dokumen pendukung yang kuat.
Karena persoalan wakaf yang sering ruwet itu, Program Studi Hukum Keluarga Islam (HKI) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Tuban menggelar bimbingan teknis (bimtek) pengurusan sertifikat tanah Sabtu (19/3/2022).
Acara yang digelar di aula gedung KH Hasyim Asy’ari Rektorat IAINU Tuban itu menghadirkan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tuban Dr. Roy Eduard Fabian Wayoi, S.Sos, M.MT dan H. Miqdadurridho, SH Ketua Lembaga Wakaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama (LWPNU) Tuban dan pengurus Badan Wakaf Indonesia sebagai narasumber.
Acara dibuka Rektor IAINU Tuban H. Akhmad Zaini, S.Ag, M. Si. Rektor berpesan bahwa NU adalah ormas islam terbesar se dunia. Separuh lebih warga negara Indonesia adalah NU, sehingga jumlanya 100 juta lebih. Sehingga, NU punya banyak aset.
“Memang harus ada yang mau ngurusi perwakafan, ini penting, karena aset tanah dan legalitas atau kepastian hukumnya harus dipastikan. Secara administrasi penting. Harus ada yang ikhlas bekerja di tempat yang sunyi dan tidak dipuja-puja orang, tapi manfaatnya sangat besar. Salah satunya ya ngurusi soal wakaf ini,” ujarnya.
Selain para mahasiswa prodi HKI, hadir juga perwakilan Majelis Wakil Cabang (MWC) NU se Kabupaten Tuban dan undangan lainnya. Diharapkan, setelah bimtek tersebut, para pengurus MWC atau peserta mengetahui seluk beluk dan tata cara pendaftaran sertifikat tanah wakaf.
Miqdadurridho dalam materinya menyebutkan, wakaf adalah masalah berbuat baik. Karena perbuatan yang baik, pada jaman dulu, para pemberi wakaf (wakif) tidak mau gembar-gembor atau memviralkan. Perbuatan baiknya dilakukan secara diam-diam.
“Ketika akan wakaf, orang jaman dulu langsung datang pada orang yang dipercayai, biasane ke kiai atau tokoh, ada akad dan diterima, ya sesederhana itu. Dan itu sah menurut agama, sudah ada waqif, nadhir atau yang dipasrahi, ada ikrar, ada obyek,” ujarnya.
Namun, lanjut dia, ketika orang yang mewakafkan sudah meninggal, maka bisa muncul masalah. Pada jaman dulu harga tanah masih murah dan karena tanahnya banyak maka tidak ada masalah.
“Namun, saat sudah turun ke anak, cucu, dan selanjutnya, saat harga tanah mahal dan kebutuhan tanah banyak, bisa terjadi gugatan dari anak, cucu atau ahli waris dari wakif. Dan kasus seperti ini sering terjadi,” ungkap dia.
Karena itu, dibutuhkan pemahaman dan pengetahuan mengenai wakaf.. Bimtek seperti ini sangat penting dilakukan. Rukun wakaf menurut dia ada lima hal, yakni ada wakif, nadhir, ikrar, obyek wakaf dan jangka waktu. Untuk nadhir atau yang dipasrahi wakaf tiga golongan. Yakni perseorangan, badan hukum atau organissi. Begitu juga yang memberi wakaf juga bisa di perseorangan, badan hukum atau organisasi.
“Ini penting diketahui, karena perlakuannya beda dari masing-masing hal itu,” jelasnya.
Obyek tanah wakaf misalnya menurut dia sering bermasalah. Misalnya wakifnya perseorangan, maka tanah yang diwakafkan juga harus hak milik wakif tersebut. Hal itu dibuktikan dengan sertifikat tanah yang akan diwakafkan harus atasnama pemberi wakaf, tidak boleh atas nama orang lain.
Jika masih atasnama orang lain harus dibalik nama dulu. Selain itu, luas tanah yang akan diwakafkan juga harus jelas. Kalau misalnya sertifikat tanah yang akan diwakafkan masih menjadi satu dengan sertitifikat tanah induk, apabila hanya akan diwakafkan sebagian, maka harus dipecah dulu tanahnya.
“Terlihat ruwet, sehingga banyak yang bilang mau wakaf saja kok ruwet. Bukan wakafnya yang ruwet, tapi karena persoalan tanah yang akan diwakafkan itu belum selesai. Maka harus diselesaikan dulu, dan penyelesaiannya itu kadang panjang dan butuh biaya. Itu persoalan sebenarnya, dan ini harus dipahami,” tandasnya.
Sementara Kepala BPN Tuban menjelaskan, aset NU memang sangat banyak, dan itu harus diamankan dengan sertifikat. Menurut dia, mudah untuk mensertifikatkan tanah itu.
“Aturannya sudah ada, tinggal mengikuti alurnya. Terlebih BPN dan NU sudah ada kerjasama atau MoU jadi, akan lebih cepat dan prosesnya,” katanya.
Dengan adanya sertfikat, maka kepastian hukum atas aset tanah itu sudah dimiliki, sehingga aman dan tidak bisa diutak-atik pihak lain. (*)