Kabartuban.com–Keberadaan Pasar Baru Tuban sebagai pusat perdagangan dinilai sudah tidak layak saat ini. Pasar yang dibangun pada 1984 itu, oleh Kepala Bidang Sarana Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tuban, SW Maria M, sudah over capacity. Luas pasar sudah tidak lagi mampu menampung jumlah pedagang. “ Arus lalu-lintas perdagangan semakin tinggi, sehingga dibutuhkan tempat yang lebih representative,” kata SW Maria M, saat ditemui kabartuban.com di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.
Kondisi over capacity itu, lanjut Maria, sebenarnya sudah diantisipasi oleh Pemerintah Kabupaten Tuban. Pada 1997, Pemerintah Daerah (Pemda) Tingkat II Tuban telah merencanakan pembangunan pasar pengganti Pasar Baru. Namun sejak awal perencanaan, pasar pengganti yang diberi nama Pasar Besar Tuban (PBT) itu terus menuai masalah. Selain ada dugaan terjadi praktek KKN dalam pembangunan PBT itu, pedagang Pasar Baru juga bersikeras menolak pembangunan pasar pengganti tersebut. Hingga hari ini, PBT yang ditargetkan telah beroperasi pada 2004, masih mangkrak dan belum ditketahui secara pasti bagaimana kelanjutan nasibnya.
Maria menyadari, memindah Pasar Baru tidak semudah membalik telapak tangan. Terlebih dengan nasib PBT yang masih tidak juntrung itu. Pemkab sendiri, kata Maria, memang tidak berencana memindah total Pasar Baru ke PBT. Kedua pasar tersebut direncanakan sama-sama beroperasi sebagai pusat perdagangan. Pengoperasian PBT ditujukan untuk mengalihkan sebagian arus perdagangan yang sudah teramat padat di Pasar Baru. “ Jadi kita hanya akan memecah konsentrasi arus perdagangan agar tidak terpusat di satu titik itu. Solusi ini saya pikir yang terbaik,” kata Maria.
Kapan rencana tersebut direalisasikan, Maria belum bisa memberi kepastian. Pihaknya saat ini sedang menyusun rencana kajian untuk penyusunan Rencana Detil Tata Ruang Kota (RDTRK). Dalam RDTRK yang sedang dalam proses penyusunan itu, Maria menyebutkan bahwa wilayah perkotaan nantinya bakal dibagi beberapa zona. Kemungkinan besarnya, Pasar Baru sedikit banyak bakal terpengaruh karena lokasinya ada indikasi bakal tidak ditetapkan masuk dalam zona bisnis dan perdagangan. Alasannya, kawasan tersebut sudah sangat padat. Terlebih lagi berada tepat di jalur arteri nasional yang kondisi jalannya juga sudah dinyatakan over capacity.
“ Menurut kajian kami, kawasan itu layaknya masuk dalam zona wisata kota. Pasar Baru tetap ada, tetapi perannya kita bagi dengan Pasar Besar agar tidak terjadi penumpukan arus perdagangan di sana. Terlebih lagi di dekat lokasi Pasar Baru, terdapat tempat wisata Goa Akbar. Jadi ke depan, kita akan sesuaikan Pasar Baru sebagai penunjang keberadaan wisata tersebut,” jelas Maria.
Beberapa waktu lalu, Kepala Bagian Pariwisata dan Kebudayaan Dinas Perekonomian dan Pariwisata Tuban, Sunaryo, juga sempat melontarkan keluhan terkait keberadaan Pasar Baru. Sunaryo memandang salah satu sebab stagnannya kondisi tempat wisata Goa Akbar adalah keberadaan Pasar Baru. Pasar tersebut berada persis di atas Goa Akbar. Limbah cair dari Pasar Baru, terutama dari komplek penjualan ikan, seringkali merembes ke dalam goa, menyebabkan bau tidak sedap yang mengganggu kenyamanan pengunjung.
Keadaan semakin diperparah dengan situasi lalu-lintas di sekitar Goa Akbar yang semrawut. Dini hari, mulai pukul 03.30, halaman tempat wisata andalan Pemkab Tuban itu penuh sesak pedagang. “ Dengan kondisi lalu-lintas seperti itu, pengunjung jadi enggan berkunjung karena mau masuk ke lokasi susah. Apalagi kalau bawa mobil sendiri,” kata Sunaryo.
Namun bagi Sekretaris Paguyuban Pedagang Pasar Baru (HIPPAB) Tuban, Santoso, pengalihan Pasar Baru hanya akan memicu timbulnya masalah. Menurutnya, pihak manapun yang berpikiran bakal memindah Pasar Baru, harus belajar dari peristiwa tahun-tahun sebelumnya
Menurutnya, keberadaan Pasar Baru di lokasi tersebut sudah sangat tepat. Lokasinya di tengah-tengah sehingga memudahkan pedagang maupun pembeli dari segala jurusan. Terlebih lagi kawasan tersebut telah menjadi pusat perdangan yang ramai. “ Butuh waktu bertahun-tahun untuk menumbuhkan suatu kawasan menjadi kawasan perdagangan yang ramai. Pedagang seperti saya tentu tidak mau dipindah. Takut pelanggannya berkurang atau bisa saja kabur semua,” dalih Santoso.
Namun bagi Sakirah, Barni dan Sripah, pedagang ikan di Pasar Baru, dipindah atau tidak bukan sesuatu yang mesti dipusingkan. Menurut mereka, pembeli berangsur-angsur akan datang ketika mereka sudah mengetahui pedagangnya pindah tempat. Sakirah dan dua rekan-nya itu yakin, pelanggan tidak akan terpengaruh perpindahan tempat. “ Kalau sudah cocok betul, di mana-pun kita berjualan, pelanggan pasti akan mengikuti,” kata Sakirah.
Sakiran sendiri memandang kondisi Pasar Baru memang sudah tidak layak. Sudah penuh sesak pedagang karena tiap tahun terjadi penambahan pedagang baru. Akibatnya ruang semakin sempit dan kondisi tempatnya semakin kumuh. Diakuinya, tempat yang semakin tidak layak itu secara langsung berpengaruh pada omzet yang dia dapat. Pembeli, kata Sakirah, kebanyakan enggan berlama-lama di tempat itu karena kondisinya yang sangat buruk. Lantai plester-nya sudah tidak lagi kelihatan, tertutup tanah yang kian hari kian menebal. Saat musim penghujan, kondisinya bahkan lebih payah lagi. “ Kalau mau diganti lebih baik, ya malah seneng. Kita ini orang kecil, mau ditata bagaimana juga nurut. Asal kita masih bisa berjualan dan tidak dirugikan, itu saja,” kata Sakirah yang dibenarkan Barni dan Sripah. (bek)