Kabartuban.com—Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Elhera, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Makdum Ibrahim (STITMA) Tuban meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban segera mengambil tindakan tegas terhadap aktivitas pertambangan batu kapur di situ Goa Suci, Dusun Suci, Desa Wangun, Kecamatan Palang. Ketua Ekspedisi Goa Suci Mapala Elhera, Ni’matush Shalihah, mengatakan, aktivitas pertambangan tersebut jelas melangar Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, lantaran dilakukan di area yang telah ditetapka sebagai Cagar Budaya. “ Pasal 65 UU 11/2010 itu- dengan gamblang menyebutkan larangan setiap orang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya,” kata Ni’amatush Shalihah, Rabo (16/5).
Sanksi dari perbuatan “illegal” tersebut, lanjut Ni’matush Shalihah, pelakunya bisa terjerat pidana penjara maksimal 15 tahun dan/atau denda hingga Rp 5 milyar. Bahkan Pemkab sendiri, kata Ni’matush Shalihah, bisa pula terjerat pidana dengan hukuman 1/3 lebih berat dari sanksi pidana yang diberikan kepada perseorangan. Pasal 114 UU 11/2010 itu menyebutkan, pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya terkait dengan Pelestarian Cagar Budaya, pidananya dapat ditambah 1/3 (sepertiga). Sebab, tambah Ni’matush Shalihah, sesuai UU itu juga, Pemkab memiliki tugas dan kuwajiban mengamankan, melestarikan dan meindungi Cagar Budaya agar tidak rusak, hilang atau berubah dari bentuk asalnya.
Direktur LKPSDA CAGAR, Edy Thoyyibi, membenarkan. Menurutnya, Pejabat Pemkab bersangkutan harusnya dipidanakan lantaran terkesan melakukan pembiaran terhadap aktivitas penambangan kapur yang jelas-jelas mengancam kelestarian situs Goa Suci. Hal sama disampaikan Teklan dan Joko, penjaga Cagar Budaya Goa Suci. Teklan sendiri mengaku telah berkali-kali meminta agar pertambangan batu kapur yang dilakukan di area Cagar Budaya Goa Suci dihentikan. Tetapi upayanya itu selalu mentah lantaran pihak berwenang mengatakan eksploitasi batu kapur di tempat itu sah. “ Lokasi Cagar Budaya Goa Suci ini hak miliknya dipegang delapan orang. Menurut pihak berwenang, sah karena mereka menambang di tanah hak miliknya sendiri,” lapor Teklan.
Kepala Bidang Pengawasan, Pengendalian dan Pemetaan Dinas Pertambangan dan Sumber Daya Mineral (DPSDM) Tuban, Bambang Sudiono, mengatakan, Pemkab sebenarnya sudah mengambil tindakan tegas terhdap pertambangan batu kapur di Cagar Budaya Goa Suci itu. Bambang Sudiono mengaku pihaknya telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Usaha Eksploitasi Galian C di lokasi purbakala tersebut, akhir 2010 lalu. “ Dulu sudah sempat berhenti. Tapi saya tidak tahu kok tiba-tiba aktivitas penambangan itu bisa beroperasi kembali,” kata Bambang Sudiono.
Bambang Sudiono menambahkan, pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) yang berkedudukan di Mojokerto, terkait ancaman kerusakan peninggalan pubakala itu. Salah satu upaya yang telah disepakati, kata Bambang Sudiono, adalah membangun pagar keliling untuk melindungi lokasi Cagar Budaya Goa Suci dari jarahan para penambang batu kapur. Sayangnya, upaya pencegahan itu sampai sekarang masih belum terealisasi.
Goa Suci sendiri menurut catatan arkeologi, merupakan lahan pasca tambang peninggalan abad XIV. Menurut catatan itu, Pemerintah Majapahit menggunakan batu-batu kapur yang diambil dari Goa Suci itu untuk membangun istana dan sejumlah bangunan penting lainnya di Kota Raja Majapahit. Tulisan berbahasa sansekerta dengan menggunakan huruf Palawa yang banyak ditemukan di dinding goa, adalah bukti yang memperkuat catatan arkeologi tersebut. (bek)