kabartuban.com – Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) menyarankan perusahaan migas raksasa asal Rusia, PJSC Rosneft Oil Company, agar menggandeng investor asal China dalam proyek pembangunan kilang minyak Grass Root Refinery (GRR) atau Kilang Tuban di Jawa Timur.
Langkah ini dinilai dapat menjadi solusi untuk menghadapi tekanan sanksi dari negara-negara Barat, khususnya Uni Eropa, yang terus memperluas pembatasan terhadap sektor energi Rusia. Selain itu, kolaborasi tersebut juga diharapkan mampu mempercepat progres proyek Kilang Tuban yang saat ini masih berjalan lambat.
Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal, mengatakan bahwa meski sanksi tidak langsung mengganggu investasi Rosneft di luar negeri, tekanan dari negara-negara Barat tetap berpotensi menghambat pengadaan infrastruktur serta logistik proyek di Indonesia.
“Jadi memang tantangannya akan lebih berat karena ada sanksi. Dari sisi logistik, misalnya, kalau semua peralatan berasal dari Rusia atau China, itu bisa berjalan. Tapi kalau dari negara Barat, jelas akan sulit. Itu risiko yang harus diantisipasi,” ujarnya, dikutip dari Bloombergtecnoz.com, Rabu (23/7/2025).
Sebelumnya, Uni Eropa pada Jumat (18/7/2025) resmi meluncurkan paket sanksi ke-18 terhadap Rusia. Paket tersebut menargetkan perdagangan minyak dan produk turunannya sebagai bentuk kecaman terhadap invasi Rusia ke Ukraina. Sejumlah mitra bisnis Rosneft, seperti Nayara Energy di India, turut terkena imbas sanksi ini.
Terkait keputusan investasi akhir atau Final Investment Decision (FID), sempat muncul dua pernyataan berbeda. Komisi XII DPR menyebut FID Rosneft bakal rampung pada Agustus 2025, sementara PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) menyatakan targetnya adalah kuartal IV-2025.
Moshe Rizal mengaku belum mendapatkan informasi terbaru terkait perkembangan FID proyek tersebut. Ia menegaskan bahwa keputusan final harus meliputi keseluruhan aspek, mulai dari kontrak kerja, sumber pendanaan, hingga pembagian saham.
“Ini bukan proyek kecil. Nilai investasinya mencapai puluhan miliar dolar, apalagi kalau mencakup pembangunan petrokimia. Financial closing harus sudah 100 persen, termasuk pendanaan dari equity maupun pinjaman,” tegas Moshe.
Sementara itu, Pjs. Corporate Secretary KPI, Milla Suciyani, menyampaikan bahwa saat ini proyek Kilang Tuban masih berada pada tahap pengembangan. Proses pembukaan lahan atau land clearing telah rampung, namun pengerjaan lebih lanjut masih menunggu keputusan investasi dari Rosneft.
“Sekarang kita di fase development. General Engineering Design (GED) sudah selesai, tender sedang berlangsung, dan FID masih dalam proses,” jelas Milla.
Setelah FID disepakati, proyek akan masuk ke tahap engineering procurement and construction (EPC), yakni fase pelaksanaan konstruksi fasilitas kilang dan infrastruktur pendukung lainnya.
Sebagai informasi, GRR Tuban ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN) oleh pemerintah. Mengacu data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), proyek ini ditujukan untuk mengolah hingga 300.000 barel minyak mentah per hari dengan nilai investasi mencapai Rp238,25 triliun. PT Pertamina (Persero) menjadi penanggung jawab utama. (fah)