kabartuban.com – Penantian panjang para petani penggarap di Desa Mlangi, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban, atas kompensasi lahan terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) Waduk Jabung Ring Dyke belum juga berakhir. Hingga kini, sebanyak 16 bidang lahan milik petani penggarap belum menerima ganti rugi, meski proyek yang digadang-gadang menjadi penahan banjir Bengawan Solo itu telah berjalan lebih dari satu dekade.
Kondisi ini mendapat sorotan dari Komisi II DPRD Tuban yang melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi proyek, Senin (3/11/2025). Ketua Komisi II, Fahmi Fikroni, menyampaikan bahwa masih terdapat berkas administrasi yang belum dilengkapi oleh pihak terkait, padahal sebelumnya sudah ada kesepakatan bersama..
“Sebenarnya sudah ada kesepakatan waktu itu. Tinggal penandatanganan berkas untuk 16 petani. Tapi dalam pertemuan saat itu, kepala desa bilang masih menunggu berita acara dari dewan,” jelas Fahmi di lokasi sidak.
Dalam pertemuan kali ini, pihak DPRD akhirnya membuat dan menandatangani berita acara baru agar proses pemberkasan bisa segera dilanjutkan ke BPN Untuk diajukam ke BBWS. Ia menegaskan, kelambatan ini tak boleh dibiarkan karena menyangkut hak masyarakat.
“Kami minta agar pemberkasan ini segera diselesaikan. Kasihan para petani, mereka belum menerima kompensasi hingga hari ini,” ujarnya.
Namun, sidak kali ini diwarnai ketidakhadiran dari pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo, padahal lembaga tersebut berperan penting dalam proyek pembangunan waduk nasional itu. Fahmi menyayangkan ketidakhadiran BBWS Bengawan solo karena surat undangan yang telah dikirim sejak sepekan lalu baru diteruskan ke staf mereka pagi hari sebelum acara.
“Lucu saja, surat yang sudah seminggu lalu baru dikasihkan jam delapan pagi. Padahal hari ini agendanya. Kami sangat menyayangkan ketidakhadiran BBWS,” katanya dengan nada kecewa.
Selain itu, dewan juga mencatat adanya pergantian pejabat di BPN mulai dari kepala hingga pejabat teknis yang menyebabkan penanganan masalah kembali dari awal.
“Kita tidak tahu apakah pergantian itu bagian dari kebijakan biasa atau ada hal lain. Tapi yang jelas, kami akan terus mengawal sampai hak petani ini tuntas,” tegasnya.
Fahmi menambahkan, DPRD akan memberi waktu hingga pekan depan bagi pemerintah desa dan pihak terkait untuk menyelesaikan seluruh berkas yang diminta BPN.
“Minggu depan akan kami pantau lagi. Harapan kami, pemerintah desa Mlangi dan bisa menuntaskan pemberkasan agar tidak berlarut-larut,” pungkasnya
Dalam kesempatan yang sama, Agista, selaku kuasa hukum dari salah satu petani penggarap, menyampaikan bahwa sidak kali ini setidaknya membawa titik terang setelah adanya kesepakatan baru melalui berita acara yang ditandatangani bersama antara dewan, pemerintah desa, dan aparat penegak hukum.
“Alhamdulillah, hari ini ada titik temu. Kami berharap setelah berita acara ini dibuat, proses kompensasi bisa segera diselesaikan,” ujar Agista.
Agista menjelaskan, dari hasil pendampingannya, terdapat sekitar 16 bidang tanah yang belum mendapatkan kompensasi karena belum masuk dalam pemetaan lokasi dan belum lengkap secara administratif.
Kuasa hukum yang baru menangani kasus ini sejak Mei 2025 itu menilai, persoalan Waduk Jabung Ring Dyke sudah berlarut sejak 2011 tanpa penyelesaian jelas. Ia berjanji akan terus mengawal proses ini sampai para petani penggarap menerima hak mereka sepenuhnya.
“Kami sangat kecewa karena permasalahan ini sudah sangat lama. Tapi kami akan tetap mengawal sampai tuntas, bersama dewan dan pemerintah desa,” tegas Agista.
Agista juga menekankan pentingnya peran Kepala Desa dalam membantu penyelesaian berkas-berkas yang dibutuhkan, agar segera bisa diajukan ke Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo untuk proses terkait kompensasi.
Sebelum menutup pernyataannya, Agista mengutip adagium atau pepatah hukum Latin sebagai pengingat agar semua pihak menegakkan fakta di atas kepentingan
“Cum adsunt testimonia rerum, quid opus est verbis, ketika bukti dari fakta-fakta sudah ada, apa gunanya kata-kata,” terangnya.
Proyek Jabung Ring Dyke merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dibangun untuk mengendalikan banjir di wilayah hilir Bengawan Solo, termasuk Kabupaten Tuban dan Lamongan. Proyek ini melibatkan pembebasan lahan milik warga di beberapa desa di Kecamatan Widang, termasuk Desa Mlangi.
Namun, sejak proses ganti rugi dimulai, sejumlah petani penggarap mengaku belum mendapatkan kejelasan atas kompensasi, meski sebagian besar lahan mereka sudah terdampak proyek pembangunan tanggul raksasa tersebut. (fah)

