kabartuban.com – Fenomena dispensasi kawin di Kabupaten Tuban kian memperlihatkan sisi gelap pergaulan remaja. Sepanjang enam bulan pertama tahun 2025, Pengadilan Agama Tuban menerima gelombang permohonan menikah dini dari para remaja yang kebanyakan belum genap berusia 19 tahun. Alasan yang muncul pun tidak jauh dari pergaulan bebas, kehamilan di luar nikah, serta upaya “menghindari zina” demi menyelamatkan nama baik keluarga.
Data dari Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Tuban, Sandhy, mengungkapkan bahwa pada bulan Januari 2025, terdapat 27 perkara dispensasi kawin yang masuk. Dari jumlah tersebut, 19 diajukan oleh pihak perempuan dan 8 oleh laki-laki. Tercatat, 9 perkara diajukan karena alasan pergaulan bebas, 7 perkara karena kehamilan, dan 11 sisanya karena ingin menghindari perbuatan zina.
Memasuki bulan Februari, permohonan sedikit menurun, tetapi tidak bisa dibilang ringan. Sebanyak 22 perkara masuk ke meja pengadilan, 20 di antaranya diajukan oleh perempuan.
“Alasan utama yang disampaikan adalah keinginan menghindari zina sebanyak 10 perkara, pergaulan bebas 8 perkara, dan hamil di luar nikah sebanyak 4 perkara,” jelas Shandy.
Pada bulan Maret, terdapat 18 perkara dispensasi kawin. Sebanyak 13 diajukan oleh perempuan dan 5 oleh laki-laki. Dominasi alasan tetap sama pergaulan bebas menjadi penyebab utama dengan 12 perkara, disusul kehamilan 4 perkara, dan menghindari zina 2 perkara.
April juga mencatat tren serupa. Sebanyak 15 permohonan masuk, terdiri dari 13 perempuan dan 2 laki-laki. Rinciannya, 7 perkara diajukan dengan alasan pergaulan bebas, 3 karena kehamilan, dan 5 karena menghindari zina.
Puncak lonjakan terjadi pada bulan Mei. Pengadilan Agama Tuban menerima 41 perkara dispensasi kawin dalam satu bulan jumlah tertinggi selama semester pertama tahun ini. Dari jumlah itu, 36 diajukan oleh perempuan dan 5 oleh laki-laki.
“Pergaulan bebas menjadi alasan terbanyak dengan 21 perkara, diikuti kehamilan sebanyak 9 perkara, dan 11 perkara karena alasan menghindari zina,” tambahnya.
Sementara pada bulan Juni, jumlah perkara tercatat sebanyak 29. Dari total tersebut, 24 diajukan oleh pihak perempuan dan 5 oleh laki-laki. Alasan pengajuan pun tak jauh berbeda 17 karena pergaulan bebas, 8 karena kehamilan, dan 4 karena ingin menghindari zina.
Kondisi ini menunjukkan bahwa dispensasi kawin bukan lagi solusi darurat, melainkan menjadi “jalan keluar” yang kian lazim dipilih ketika para remaja terjebak dalam pergaulan yang tak terkendali. Fenomena ini sekaligus menyoroti lemahnya pengawasan keluarga, minimnya edukasi seksual, dan longgarnya kontrol sosial terhadap generasi muda.
Jika tidak segera ditangani secara serius, gelombang dispensasi kawin bisa menjadi bom waktu sosial. Ketika pernikahan dini dipaksakan tanpa kesiapan mental, emosional, dan ekonomi, maka risiko perceraian usia muda dan kemiskinan struktural pun tak bisa dihindari. (fah)