kabartuban.com–Kepala Sub Bidang SMA/MA/SMK Bidang Pendidikan SMP/MTs dan SMA/SMK/MA Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga (Disdikpora) Kabupaten Tuban, Sunaryo, menyatakan, seharusnya tidak sampai ada anak usia sekolah yang tidak bisa melanjutkan sekolahnya alias drop out di Tuban. Dasar pijakan Sunaryo, kabupaten warisan Adipati Harya Rangga Lawe ini sudah berdiri banyak perusahaan raksasa, bahkan banyak yang bertaraf multinasional. ” Kalau perusahaan-perusahaan tersebut mau membantu program pendidikan dengan sungguh-sungguh, saya pikir tidak ada lagi anak warga Tuban yang sampai putus sekolah,” kata Sunaryo, Jum’at (11/5)
Sampai hari ini, lanjut Sunaryo, pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) sendiri yang melaksanakan program bantuan untuk siswa-siswa miskin. Sebagian besar disupport dana dari APBN. Sehingga pelaksanaan program bantuan untuk menyelamatkan siswa-siswa miskin agar tidak putus sekolah juga tidak maksimal. Dana untuk itu jelas sangat terbatas jika hanya mengandalkan keuangan pemerintah.
Menurut catatan resmi Disdikpora, angka putus sekolah di Tuban memang relatif kecil, dan bahkan terjadi penurunan, kecuali pada tingkat SMP yang terjadi peningkatan sebesar 0,72 %. Untuk tingkat SD, terjadi penurunan angka putus sekolah sebesar 0,07 %. Tahun lalu tercatat 0,11 % siswa SD yang drop out, tahun ini angkanya menurun menjadi 0,04 %. Sedangkan untuk tingkat SMA/SMK, tahun lalu tercatat 0,80 % dan tahun ini 0,36 % atau turun 0,44 %.
Angka partisipasi pendidikan, kata Drs. H. Sutrisno, MM, Kepala Disdikpora Tuban yang turut menemui kabartuban.com, lumayan bagus juga. Data yang ditunjukkan Sutrisno, dari Angka Partisipasi Kotor (APK) 101,28 % untuk tingkat SD, Angka Partisipasi Murni (APM) -nya sebesar 98,50 %. Sedangkan untuk SMP, dari APK 56,22 %, APM-nya sebesar 66,08 %, dan SMA/SMK dari APK 54,58 %, APM-nya sebesar 40,09 %.
Jumlah murid tercatat memang mengalami penurunan di semua level. SD mengalami penurunan jumlah murid sebesar 0,67 % dari tahun sebelumnya, SMP mengalami penurunan 2,13 % dan SMA/SMK mengalami penurunan 5,94 %. ” Tetapi penurunan jumlah siswa ini dipengaruhi penurunan jumlah anak usia sekolah, bukan disebabkan menurunnya partisipasi pendidikan,” tegas Sutrisno.
Sama halnya Sunaryo, Sutrisno juga sangat berharap industri manufaktur yang sekarang ini telah beroperasi di Tuban, semisal PT Semen Gresik, Tbk (PT SG), Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI), Joint Operating Body Pertamina Petrochina East Java (JOB PPEJ) dan lainnya, secara langsung terlibat dalam usaha-usaha penekanan terhadap angka putus sekolah. Menurut Sutrisno, perusahaan-perusahaan itu memiliki kewajiban memajukan tingkat kehidupan warga Tuban, karena telah memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA)-nya.
Sementara itu Kepala Divisi Humas PT SG, Hery Subagyo tidak memberi tanggapan apa-apa terkait masalah ini. Hal sama juga dilakukan pihak TPPI dan JOB PPEJ. Sedangkan Corporate Communication Manager PT Holcim Indonesia, Tbk, Deny Nuryandain, mengklaim pihaknya telah melakukan usaha-usaha memajukan pendidikan di wilayah sekitar area produksinya. Menurut Deny Nuryandain, kendati pabrikan semen yang sahamnya sebagaian besar milik Holdevin BV, Swedia tersebut belum sepenuhnya berproduksi di Tuban, tetapi telah melakukan upaya pemberdayaan masyarakat, termasuk di bidang pendidikan. ” Kami telah membantu perbaikan sekolah, membangun TK, dan memberi kursus-kursus ketrampilan pada warga. Lewat Program EVE, setiap tahun kami berangkatkan siswa-siswa berprestasi untuk mendapat pendidikan yang lebih komprehensif lagi,” jelas Deny. Â (bek)