kabartuban.com – Mengarungi lautan bukan hanya soal menghadapi ombak, tetapi juga birokrasi. Bagi nelayan di Tuban, proses mendapatkan izin berlayar justru kerap menjadi “badai” tersendiri.
Sejumlah nelayan di Kecamatan Palang, seperti Irwan dan Jumali, mengeluhkan ribetnya pengurusan perizinan kapal. Tak hanya soal prosedur, mereka juga mengaku dihadapkan pada ulah oknum calo yang meminta sejumlah uang dengan mengatasnamakan petugas.
“Pernah ada yang ngaku petugas, minta uang, tapi sampai sekarang gak ada kejelasan,” ujar Irwan.
Menurut Dhodik Amaludin, Pengelola Produksi Perikanan pada Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKP2P) Tuban, proses izin kapal di bawah 7 gross tonnage (GT) dilakukan melalui aplikasi e-pas kecil. Setelah data diinput dan dilakukan pengukuran, dokumen akan diverifikasi dan izin dikeluarkan oleh Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP). Sementara kapal di atas 7 GT harus mengurus izin ke tingkat provinsi dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Kami hanya bantu input data ke aplikasi,” jelas Dhodik.
Sementara itu, Kepala KSOP Kelas III Tanjung Pakis, Subuh Fakurrohman menegaskan, proses penerbitan surat verifikasi kapal hanya memerlukan waktu dua hari jika semua persyaratan lengkap. Setelah pengukuran dilakukan dan data sesuai, surat izin akan segera diterbitkan.
“Tidak ada pungutan biaya untuk kapal di bawah 7 GT. Kalau ada yang coba main-main, silakan laporkan langsung ke kami,” tegas Subuh.
Terkait keluhan nelayan atas lamanya proses, Subuh menyebut kendala kerap muncul dari pihak pemohon yang belum melengkapi revisi dokumen. Selain itu, keterbatasan jadwal verifikasi juga jadi hambatan, karena nelayan hanya bisa diverifikasi pada hari tertentu.
Ketua Rukun Nelayan Desa Karangagung, Hartono, menambahkan bahwa kendala teknis pada aplikasi turut mempersulit proses perizinan. Menurutnya, banyak nelayan yang kesulitan memahami sistem digital yang digunakan.
“Sering kali aplikasi eror, dan saat kami coba konfirmasi, tanggapannya lama atau malah tidak jelas,” keluh Hartono.
Ia juga menyoroti jadwal verifikasi yang dinilai tidak pasti.
“Setelah kami ajukan, kami seperti digantung. Respons dari petugas verifikasi juga tak menentu,” tambahnya.
Masalah perizinan kapal ini seakan menjadi ironi di tengah upaya pemerintah mendorong digitalisasi layanan publik. Nelayan berharap ada penyederhanaan sistem dan pelayanan yang lebih responsif agar mereka bisa melaut dengan tenang dan legal. (fah)