kabartuban.com – Program pembinaan siswa bermasalah yang diinisiasi oleh Gubernur Jawa Barat menjadi sorotan publik, baik di media sosial maupun media mainstream. Program yang dikenal sebagai “Program Siswa Nakal” ini rencananya akan melibatkan institusi militer sebagai tempat pembinaan bagi siswa yang dinilai berperilaku menyimpang atau tidak disiplin.
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, menanggapi program tersebut dengan memberikan dukungan apabila hasil uji coba awalnya menunjukkan dampak positif. Menurut Pigai, jika program ini terbukti efektif, pemerintah pusat akan mendorong penerapannya secara nasional.
“Kalau uji coba pertama ini berhasil dan hasilnya positif, kami akan meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) untuk segera mengeluarkan peraturan yang memungkinkan program ini dijalankan secara masif di seluruh Indonesia,” ujar Natalius Pigai, seperti dikutip dari Kompas.com pada Selasa (6/5/2025).
Namun demikian, tidak semua daerah menyambut gagasan ini dengan antusias. Bupati Tuban, Aditya Halindra Faridzky, menyatakan bahwa pendekatan militer bukanlah satu-satunya solusi untuk membina siswa yang bermasalah. Menurutnya, Kabupaten Tuban telah sejak lama mengedepankan pendekatan berbasis nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal dalam menangani permasalahan anak-anak dan remaja.
“Saya bersyukur, sebelum program yang viral ini muncul, Kabupaten Tuban sudah memiliki banyak pondok pesantren, alim ulama, serta tokoh masyarakat yang secara aktif terlibat dalam pembinaan anak-anak,” ujar Aditya.
Politikus Partai Golkar itu meyakini bahwa lembaga keagamaan dan tokoh masyarakat memiliki peran strategis dalam membentuk karakter anak. Ia menilai, pendekatan religius dan kekeluargaan jauh lebih efektif dibandingkan dengan menciptakan kebijakan baru yang belum tentu sesuai dengan kultur daerah.
“Dengan memanfaatkan lembaga dan tokoh yang sudah ada, saya rasa itu sudah lebih dari cukup. Tidak perlu membuat kebijakan baru yang bisa jadi tidak cocok dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat kita,” tambahnya.
Pernyataan Bupati Tuban ini mencerminkan adanya perbedaan pendekatan antara pemerintah daerah dalam menangani kenakalan remaja. Di satu sisi, pendekatan berbasis kedisiplinan militer dinilai cocok untuk beberapa daerah. Di sisi lain, pendekatan kultural dan religius lebih disesuaikan dengan karakteristik masyarakat lokal. (fah)