Biayai Sekolah, Dari Hasil Limbah Meubel

496
Dian Dicky Ramandhan, saat membuat gitar akustik, disaat senggang dan usai sekolah.

kabartuban.com – Bermimpi untuk menjadi seorang pengusaha sukses dan mandiri, merupakan cita-cita Dian Dicky Ramandhan, pelajar dari Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Kerek ini memulai usahanya dengan membuat kerajinan alat musik akustik dari bahan limbah meubel.

Walaupun tanpa melalui pelatihan khusus, Dicky sapaan akrabnya ini sudah memulai usahanya sejak satu setengah tahun lalu, mampu membuat gitar akustik dan drumb boks yang menawan. Meskipun produksi belum banyak, pesanan gitar akustiknya telah mengalir dari berbagai daerah, diantaranya dari Bojonegoro, Lamongan, dan Gresik. Tak hanya itu, gitar karyanya juga di pesan di daerah Demak Jawa Tengah.

Kemampuan remaja asal Desa Dikir Kecamatan Tambakboyo ini, terlihat apik dalam memperlakukan limbah kayu yang berserakan di rumahnya, dari usaha ayahnya yang membuat perabotan meubel. Peluang tersebut dimanfaat pemuda kelahiran 17 Desember 2000 dalam mengolah limbah menjadi barang yang bernilai seni.

Selain dari limbah kayu, bahan baku lainnya yakni tripleks. Semua proses mulai dari pemotongan tripleks, pembentukan gitar, hingga finishing dilakukan tanpa bantuan peralatan mesin. Meskipun dilakukan secara manual, gitar akustik buatan Didi tidak kalah dengan gitar buatan pabrik.

“Jadi kalau ingin tes alat musik yang listrik dengan aplikasi Android mas, Alhamdulillah, ada yang minat beli,” kata Dicky kepada awak media, Kamis (24/1/2019)

Agar karyanya dikenal banyak orang, Dicky memasarkan gitar buatannya lewat media sosial yang ada, dengan harga yang dipatok pun cukup terjangkau, yakni Rp 250 ribu hingga satu juta rupiah untuk gitar akustik mulai, sedangkan untuk gitar listrik mulai Rp 300 ribu sampai Rp 1,5 juta, tergantung pemesanan dan kerumitan dalam membuatnya. Sementara untuk harga drum boks hanya kisaran Rp 250 ribu hingga Rp 500 ribu rupiah.

Yang lebih membanggakan, ia tak bergantung dari hasil kerja orang tuanya dalam mencukupi kebutuhannya, sehari-hari, melainkan dari penghasilannya dalam membuat gitar, baik bayar sekolah maupun kebutuhan lainya.

“Lumayan hasil penjualan gitar digunakan untuk bayar sekolah,” katanya

Walaupun seperti itu, pihaknya masih terkendala pada  waktu untuk memproduksi, karena harus bisa membagi waktu antara sekolah, belajar dan produksi gitar. Sehingga pengerjaan lamban dan satu bulan hanya bisa menghasilkan dua gitar. Sementara pesanan mulai banyak yang datang.

“Semoga usaha yang saya rintis ini bisa berkembang dikemudian hari,” harapnya. (Dur/Rul)

/