kabartuban.com — Pelajaran coding akan diajarkan pada jenjang Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP), Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kabupaten Tuban mengingatkan untuk memperhatikan fasilitas, tenaga pengajar dan juga kompetensi unggulan di wilayahnya.
Usulan pembelajaran coding sebagai mata pelajaran pilihan pada jenjang SD – SMP ini muncul dari Wakil Presiden (Wapres) RI, Gibran Rakabuming Raka juga atas dasar pesan dari Presiden RI, Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya digitalisasi dalam pendidikan.
Menanggapi soal ini, Ketua IGI Kabupaten Tuban, Ikhwan Fahrudin yang mengungkapkan untuk merealisasikan hal tersebut, sangat penting untuk memperhatikan lingkungan belajar anak-anak.
“Bagi anak-anak di Kabupaten Tuban, kesiapan mereka tentu akan sangat bergantung pada dukungan dari lingkungan belajar, baik dari sisi fasilitas, telaga pelajar, maupun kesiapan kurikulum yang sesuai dengan konteks daerah,” ungkap Ikhwan, Kamis (14/11/2024).
Menurutnya, penting bagi seluruh pihak untuk memahami bahwa materi coding untuk usia SD dan SMP harus disesuaikan dengan kemampuan dan tahapan perkembangan anak-anak. Dengan begitu, anak-anak tidak merasa terbebani, malah justru termotivasi untuk terus belajar.
“Jika semua pihak dapat berkolaborasi, saya yakin anak-anak kita, termasuk di Tuban, bisa menyerap materi coding dengan baik tanpa merasa terlalu terbebani,” paparnya.
Ikhwan menyampaikan, yang terpenting untuk menerapkan hal tersebut adalah memberi ruang bagi anak-anak untuk belajar secara bertahap, menyenangkan dan sesuai dengan tahap perkembangan mereka.
Si sisi lain, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI, Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa penerapan materi coding sebagai mata pelajaran pilihan akan diterapkan mulai kelas 4, 5 dan 6 SD.
“Banyak yang mengkritik, membaca saja belum bisa kok mau diajarkan coding. Mata pelajaran pilihan untuk SD dan SMP itu coding dan artificial intelligence, tapi ini pilihan dan itu tidak dari kelas 1 SD. Kita mulai dari SD mungkin mulai kelas 4, kelas 5, kelas 6, kemudian SMP,” jelas Mu’ti saat melakukan kunjungan di Yogyakarta, Rabu (13/11/2024).
Keputusan tersebut diambil karena Mu’ti cukup menyadari kemampuan masing-masing sekolah di tiap daerah tentu berbeda-beda dan tidak dapat disamaratakan. (za)