kabartuban.com – Bupati Tuban, Aditya Halindra Faridzky, dikenal sebagai pemimpin muda yang memiliki citra modern dan membawa sejumlah kebijakan pembangunan infrastruktur di daerahnya. Namun, dibalik pembangunan infrastruktur yang tampak megah, ada pertanyaan besar yang harus dijawab: apakah kepemimpinan ini benar-benar membawa kesejahteraan bagi masyarakat? Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tuban menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah ini mengalami penurunan dari 8,88% pada tahun 2022 menjadi 4,36% pada tahun 2023, yang mengindikasikan bahwa pembangunan fisik saja tidak cukup untuk menopang perekonomian rakyat? Atau justru hanya sekadar membangun simbol dan menggelar acara seremonial tanpa dampak nyata bagi kehidupan rakyat?
Ketua DPRD Tuban, Miyadi, dalam satu wawancaranya dengan salah satu media lokal pernah memberikan kritik tajam terhadap pemerintahan Bupati Aditya Halindra Faridzky. Dirinya menilai bahwa dalam satu tahun kepemimpinan, pemerintahan tersebut cenderung lamban dan belum menunjukkan kemajuan signifikan. Dalam rapat gabungan komisi DPRD Tuban bersama eksekutif, penurunan pertumbuhan ekonomi dari 8,88% pada tahun 2022 menjadi 4,36% pada tahun 2023 mendapat sorotan tajam.
Beberapa anggota dewan juga menilai bahwa kebijakan yang diambil kurang efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Kritik tajam dari politisi senior itu sekarang tidak lagi begitu nyaring terdengar, seiring berlabuhnya partai yang dipimpinnya dalam koalisi Bupati pemenang Pilkada yang lalu.
Sejak awal kepemimpinannya, Bupati Lindra menonjol dengan proyek-proyek pembangunan yang berfokus pada infrastruktur, seperti taman kota, ex rest area, dan proyek-proyek lain yang menonjol untuk dilihat publik. Tentu saja itu bagian dari strategi politik kepemimpinannya, dan itu sah-sah saja mestinya.
Sayangnya, beberapa diantaranya justru mengundang tanda tanya besar, baik dari segi urgensi maupun efektivitas dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, proyek pembangunan Rest Area senilai Rp8,3 miliar dan revitalisasi taman sisi utara Alun-Alun Kota Tuban sebesar Rp1,9 miliar yang menuai kritik karena dianggap tidak tepat sasaran, dan hasilnya juga hanya begitu saja. Sejumlah pihak berpendapat, secara kasat mata tidak menunjukan nilai pembangunan sebesar 1,9 miliar. Alih-alih memprioritaskan pengembangan ekonomi rakyat atau peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, dana daerah justru diarahkan ke proyek yang lebih banyak hanya simbolik dan membangun citra kepemimpinan saja.
Tidak ada yang salah dengan membangun infrastruktur. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah: apakah ini benar-benar menjadi kebutuhan mendesak bagi rakyat Tuban? Apakah proyek-proyek ini berdampak langsung pada peningkatan ekonomi masyarakat? Faktanya, banyak program-program tersebut tidak sejalan dengan kebutuhan dasar warga, yang sebenarnya membutuhkan peningkatan akses lapangan kerja, program pemberdayaan ekonomi, serta penguatan sektor pendidikan dan kesehatan.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Tuban, Andhie Surya Mustari, dalam laporan resmi BPS Tuban 2024, mengungkapkan bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 mencapai 4,36%, angka tersebut menunjukkan perlambatan dibandingkan dengan tahun 2022 yang mencapai 8,88%. Ia menekankan pentingnya membaca data pertumbuhan ekonomi dengan tepat, bahwa meskipun laju pertumbuhan melambat, ekonomi tetap tumbuh dibandingkan tahun sebelumnya.
Jika pembangunan yang dilakukan benar-benar efektif, seharusnya ada peningkatan kesejahteraan yang tercermin dalam pertumbuhan ekonomi daerah. Namun, data menunjukkan fakta sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi Tuban anjlok dari 8,88% pada tahun 2022 menjadi hanya 4,36% pada tahun 2023. Penurunan ini menjadi bukti bahwa pembangunan fisik yang dilakukan tidak diimbangi dengan penguatan sektor ekonomi produktif.
Pemerintah seharusnya menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi bukan hanya soal bangunan megah yang berdiri, atau buang-buang anggaran untuk seremonial saja, melainkan tentang bagaimana rakyat bisa merasakan dampaknya. Penurunan pertumbuhan ekonomi ini menunjukkan bahwa program-program yang dicanangkan tidak mampu menopang penghidupan masyarakat secara nyata. Alih-alih menciptakan peluang usaha dan lapangan kerja, kebijakan yang diambil justru membuat stagnasi ekonomi. Belum lagi kalau kita bicara para pelaku ekonomi menengah ke bawah, hingga Pekerja Kaki Lima (PKL).
Salah satu evaluasi besar untuk kepemimpinan Bupati Lindra adalah ketidakseimbangan antara pembangunan infrastruktur dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Dalam berbagai kesempatan, DPRD Tuban telah menyoroti bahwa meskipun proyek pembangunan berjalan pesat, namun tidak ada upaya yang serius untuk meningkatkan kualitas SDM dan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan.
Pembangunan tanpa investasi pada SDM adalah kesalahan fatal. Tuban bukan hanya membutuhkan jalan yang lebar atau taman yang indah, tetapi juga pendidikan yang berkualitas, pelatihan keterampilan bagi masyarakat, serta dukungan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Tanpa itu semua, proyek pembangunan hanyalah simbol kosong yang tidak memberikan dampak nyata dalam jangka panjang.
Menanggapi berbagai kritik, Bupati Tuban, Aditya Halindra Faridzky, dalam wawancara dengan salah satu media lokal Tuban, menyatakan bahwa pihaknya fokus melanjutkan pembangunan infrastruktur, Bupati muda yang masih lajang itu menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan program-program prioritas selama masa jabatannya.
Kepemimpinan Bupati Lindra saat ini memang tampak “ikonik” dengan berbagai proyek yang mencolok. Namun, esensi dari sebuah kepemimpinan bukan hanya soal citra dan pembangunan fisik, melainkan bagaimana kebijakan yang diambil bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat secara nyata.
Jika arah kebijakan tidak segera diperbaiki, Tuban akan terus terjebak dalam ilusi pembangunan yang indah di permukaan, tetapi rapuh di dalamnya. Pemerintah daerah seharusnya lebih berfokus pada pengembangan ekonomi berbasis UMKM, peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi tenaga kerja lokal, membuka dan mengakses lowongan pekerjaan, serta program kesejahteraan sosial yang lebih merata agar dampak pembangunan benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Pada periode kedua kepemimpinan Bupati Lindra ini, sudah saatnya pemerintah daerah tidak hanya fokus pada proyek mercusuar yang penuh simbol, tetapi juga benar-benar memperhatikan kesejahteraan ekonomi dan pengembangan SDM masyarakatnya. Jika tidak, maka kepemimpinan ini akan dikenang bukan sebagai era kejayaan Tuban, melainkan sebagai masa dimana potensi besar daerah ini terbuang sia-sia karena kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat.
Oleh;
Muhaiminsah, M.I.Kom