kabartuban.com – Proses perizinan kapal nelayan dinilai terlalu rumit dan memakan waktu lama. Hal ini membuat banyak nelayan enggan mengurus dokumen legalitas untuk melaut. Dari sekitar dua ratus kapal nelayan di Desa Palang, Kecamatan Palang, hanya sembilan kapal yang berhasil mendapatkan izin resmi.
Irwan, salah satu nelayan setempat, mengungkapkan bahwa prosedur yang panjang dan banyaknya oknum calo yang memanfaatkan situasi turut menjadi penyebab minimnya kapal berizin. Ia menyebutkan praktik seperti ini tidak hanya terjadi di Tuban, ia menambahkan bahwa di Kecamatan Palang dari total 200 kapal, hanya sembilan kapal yang berhasil mengurus perizinan.
“Ribet. Masalah seperti ini bukan cuma terjadi di sini,” kata Irwan, Jumat (12/4/2025).
Ia menjelaskan bahwa kapal berukuran di bawah 30 gross ton (GT) cukup mengurus izin di Dinas Perikanan Provinsi. Namun, mayoritas nelayan di desanya menggunakan kapal berukuran di atas 30 GT, yang proses izinnya harus melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan di tingkat pusat.
Hal senada disampaikan Jumali, nelayan dari Desa Karangagung, Kecamatan Palang. Ia mengeluhkan lambannya proses penerbitan izin. Menurutnya, prosedur yang berbelit sangat menyulitkan nelayan.
“Enam bulan baru keluar. Bahkan ada yang sampai dua tahun baru terbit izinnya,” ujarnya.
Menanggapi keluhan tersebut, Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKP2P) Kabupaten Tuban melalui Fungsional Perikanan, Dhodik Amaludin, menjelaskan bahwa untuk kapal berukuran di bawah 7 GT, proses perizinan dilakukan melalui aplikasi E-pas kecil (tanda daftar kapal keabsahan kapal berbasis elektronik). Setelah dokumen masuk, kapal akan diukur dan izin diterbitkan oleh Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP).
Sementara itu, kapal berukuran 7 hingga 30 GT harus mengurus perizinan di tingkat provinsi, dan kapal di atas 30 GT wajib mengurus izin ke kementerian pusat.
“Kami hanya membantu pengisian data di aplikasi. Penerbit izin dilakukan oleh KSOP dan pemerintah provinsi,” kata Dhodik.
Ia menambahkan, pihaknya telah melakukan sosialisasi agar nelayan mengurus izin sesuai prosedur. Namun karena kewenangan penerbitan berada di luar instansi mereka, DKP2P hanya bisa membantu menjembatani komunikasi antara nelayan dengan KSOP dan kepolisian perairan jika ditemukan kapal yang belum memiliki izin.
“Kasihan juga, ada yang sudah lebih dari enam bulan belum keluar izinnya,” tutup Dhodik. (fah)