kabartuban.com – Terdakwa kasus pembunuhan, Gregorius Ronald Tannur (31) dibebaskan dari Rutan Kelas 1 Surabaya pada Rabu (24/07/2024) pukul 22.00 WIB usai pembacaan sidang vonis dengan dalih dianggap telah berupaya memberikan pertolongan kepada korbannya, Dini Sera Afrianti (29) yang kala itu dalam kondisi kritis sebelum akhirnya meninggal dunia.
Sebelumnya putra dari mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi IV Fraksi PKB, Edward Tannur itu telah dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman 12 tahun penjara berdasarkan Pasal 338 KUHP atau Pasal 351 ayat (3) KUHP atau Pasal 359 KUHP atas perbuatannya menghilangkan nyawa kekasihnya.
Meski alat bukti seperti hasil autopsi, rekaman CCTV dan Keterangan ahli sudah dikumpulkan, rupanya Hakim Erintuah Dominik mengatakan tidak ada bukti yang cukup meyakinkan untuk menguatkan dakwaan JPU sehingga terdakwa dapat dibebaskan.
“Sidang telah mempertimbangkan dengan seksama dan tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa terdakwa bersalah seperti yang didakwa,” ucapnya.
Menanggapi alasan pembebasan Ronald yang dikatakan telah memberi pertolongan kepada Dini, Dimas Yemahura selaku kuasa hukum Dini mengungkapkan pendapatnya.
Diungkapkannya alasan Ronald membawa Dini ke National Hospital adalah atas dasar permintaan pengelola apartemen dan keamanan apartemen tempat lokasi kejadian yang mendesaknya, bukan atas inisiatif terdakwa sendiri.
Kejadian tersebut bermula ketika pada tanggal 4 Oktober 2023 Ronald dan Dini terlibat cekcok saat hendak pulang dari Blackhole KTV Club yang terletak di Jalan Mayjen Jonosewojo, Surabaya. Saat di dalam lift, Ronald menendang kaki Dini kemudian memukul kepalanya menggunakan botol miras sebanyak dua kali. Setelah berhasil keluar lift, korban yang lemas terduduk di samping kiri mobil terdakwa sebelum akhirnya dilindas dengan mobil dan membuatnya terseret sejauh lima meter.
“Ronald tahu bahwa Dini berada di dekat mobilnya sebelum dia menyalakan mesin. Dia sempat bertanya kepada Dini Apakah dia ingin pulang, tetapi Dini menolak. Namun, Ronald tidak keluar dari mobil untuk membujuk Dini, melainkan langsung memutar mobilnya yang kemudian mengakibatkan penindasan terhadap Dini. Artinya, Ronald sadar bahwa Dini berada di sekitar mobil tetapi tetap menjalankannya,” papar Dimas, Minggu (28/07/2024).
Setelah kejadian tersebut, Ronald ditahan di Rutan Surabaya sebelum akhirnya dibebaskan setelah mendekam di sana sekitar 6 bulan walau sudah dibeberkan bukti-bukti yang menguatkan dakwaan terhadapnya. JPU juga telah menyampaikan dengan lugas berdasarkan surat Visum er Repertum (VER) adanya luka di organ hati Dini yang merupakan luka akibat benda tumpul.
Menyoroti kasus tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar pun angkat bicara.
“Ada visum et repertum yang menjelaskan bahwa ada luka yang dialami oleh korban. Nah, seharusnya ini hal yang dipertimbangkan oleh majelis hakim secara holistik memandang ini sebagai satu pembuktian yang utuh,” ucap Harli.
Ia juga memastikan Kejagung akan mengajukan kasasi atas putusan vonis pembebasan Ronald.
“Kami segera mengajukan kasasi ke MA, saat ini sedang mempersiapkan administrasi karena waktunya 14 hari setelah putusan,” lanjutnya. (za/zum)